Bangsa Yehuda dan Yerusalem telah gagal memenuhi harapan TUHAN,
padahal mereka telah dipilih Allah untuk menjadi umat TUHAN. Kegagalan
mereka tidak menggagalkan rencana TUHAN atas umat-Nya.
Kita
ketahui bersama bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan TUHAN untuk
memasyhurkan nama-Nya ke semua bangsa di muka bumi. Sebagai umat TUHAN,
sepatutnya bangsa Israel menyatakan kehidupan yang sesuai dengan
panggilan TUHAN kepada mereka. Umat TUHAN seharusnya setia kepada TUHAN
serta menyatakan keadilan dan kebenaran, tetapi yang terjadi adalah
sebaliknya. Pemimpin bangsa ini telah gagal, baik dari segi kebenaran
maupun keadilan karena mereka tidak setia kepada TUHAN. Kejadian seperti
ini membuat TUHAN bertindak untuk memurnikan mereka. Didikan TUHAN
merupakan didikan yang keras kepada para pemimpin bangsa. Namun, ada dua
hal yang sangat indah, yaitu: Pertama, TUHAN tidak membuang umat
pilihan-Nya. Kedua, Ia akan menggenapi janji-Nya bahwa dari Yerusalem
akan keluar pengajaran serta pelbagai bangsa dan suku bangsa akan datang
berduyun-duyun ke Yerusalem untuk mendapatkan pengajaran firman TUHAN.
Dengan memandang kesetiaan TUHAN atas umat-Nya dan atas janji-Nya, TUHAN
mengajak umat-Nya untuk hidup di dalam terang TUHAN.
Orang
Kristen adalah orang yang dipilih TUHAN. Kita dipanggil bukan hanya
untuk menikmati hak istimewa sebagai anak-anak Allah, tetapi juga untuk
memasyhurkan nama TUHAN di muka bumi. Walaupun kegagalan adalah bagian
dari kehidupan kita, pesan firman TUHAN hari ini adalah bahwa TUHAN
tidak pernah gagal dalam menggenapi rencana-Nya. Jadi, jangan menyerah,
tetapi tetaplah tekun mengikut TUHAN. [RAAL]
Yesaya 2:5
"Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN!"
Kamis, 12 Juni 2014
Penguasaan Diri
Tandan buah Roh terakhir, yang menutup semuanya adalah penguasaan
diri. Dari buah yang dikerjakan oleh Roh Kudus, penguasaan diri adalah
bungkus dari keseluruhan buah yang ada. Tanpa penguasaan diri maka
semuanya, yaitu : kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan kesetiaan dan kelemahlembutan akan sia-sia. Bila
seseorang tidak bisa menguasai diri dan kemarahannya meledak-ledak, maka
kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, dan seterusnya akan hilang
dalam sekejab mata. Oleh sebab itu penguasaan diri mutlak diperlukan
dalam hidup orang percaya. Penguasaan diri berarti kemampuan untuk
mengendalikan diri. Namun kemampuan itu bukan berasal dari kekuatan
sendiri, tetapi dari Roh Kudus. Roh Kuduslah yang memimpin dan
mengendalikan sehingga kita bisa digerakkan, dicerahkan dan
dipimpin-Nya. Paulus saat berbicara tentang pelayanan kepada Timotius,
ia menasehatkan betapa pentingnya penguasaan diri ini. Paulus berkata,
Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah
pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu! (4:5). Di
dalam ayat ini Paulus menyebut penguasaan diri dibutuhkan dan mendahului
hal yang lain.
Jika kita mampu menguasai diri, kita akan sanggup menanggung penderitaan dengan sabar, sanggup memberitakan Injil baik atau tidak baik waktunya dan sanggup pula menuntaskan tugas-tugas pelayanan yang lain. Bahkan kita bisa berkata seperti Paulus, Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (4:7). Ini terjadi jika kita telah sanggup menguasai diri. Menjelang Pentakosta ini, marilah kita melatih diri dalam pimpinan Roh Kudus untuk menguasai diri sendiri mulai dari hal sederhana seperti mengendalikan makanan dan minuman, dalam hal berpakaian, dalam hal hobi, kesukaan sampai mengendalikan amarah dan mengendalikan keinginan-keinginan jasmani lainnya. [JS]
Amsal 16:32
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."
Jika kita mampu menguasai diri, kita akan sanggup menanggung penderitaan dengan sabar, sanggup memberitakan Injil baik atau tidak baik waktunya dan sanggup pula menuntaskan tugas-tugas pelayanan yang lain. Bahkan kita bisa berkata seperti Paulus, Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (4:7). Ini terjadi jika kita telah sanggup menguasai diri. Menjelang Pentakosta ini, marilah kita melatih diri dalam pimpinan Roh Kudus untuk menguasai diri sendiri mulai dari hal sederhana seperti mengendalikan makanan dan minuman, dalam hal berpakaian, dalam hal hobi, kesukaan sampai mengendalikan amarah dan mengendalikan keinginan-keinginan jasmani lainnya. [JS]
Amsal 16:32
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."
Hidup Mengucap Syukur
Hidup penuh syukur membangkitkan kuasa besar untuk menghadapi
berbagai kesulitan hidup karena dengan bersyukur kita memperoleh
kekuatan yang terus-menerus mengalir memberi hidup berkelimpahan.
Beberapa jam ini kita telah memasuki tahun yang baru. Satu kenyataan bahwa kita menjadi semakin tua yang berarti jasmani kita semakin merosot dan tidak sekuat tahun lalu. Sementara itu tantangan hidup bukannya semakin ringan tetapi justru semakin berat. Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa belajar dari Rasul Paulus. Meskipun jasmaninya semakin hari semakin merosot, tetapi rohaninya justru semakin kuat (4:16). Salah satu rahasianya adalah karena Paulus hidup penuh syukur. Hati yang bersyukur adalah tanda orang percaya (4:15) yang membangkitkan kuasa besar dalam kehidupan Kristen. Mengapa? Karena dengan selalu bersyukur kita memperoleh kekuatan yang terus-menerus mengalir, yang memberi hidup berkelimpahan. Seseorang yang hatinya penuh ucapan syukur berarti dia sedang menyaksikan bahwa hidupnya adalah hidup yang tidak berkekurangan. Ada orang yang secara luar hidupnya terlihat berkelebihan dibandingkan orang lain, namun ternyata memiliki hati yang selalu bersungut-sungut, selalu merasa kurang dengan hidupnya. Tetapi Paulus, meskipun hidup pas-pasan, bahkan kekurangan tetapi justru memperkaya dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Menjadi pengikut Kristus tidak selalu indah dan lancar. Ada begitu banyak tantangan, rintangan dan hambatan dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan. Kemampuan mengucap syukur adalah satu kekuatan yang kita butuhkan untuk mengatasi semua rintangan ini. Mari kita memulai tahun yang baru ini dengan hati yang penuh bersyukur! [JS]
1 Tesalonika 5:18
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
Beberapa jam ini kita telah memasuki tahun yang baru. Satu kenyataan bahwa kita menjadi semakin tua yang berarti jasmani kita semakin merosot dan tidak sekuat tahun lalu. Sementara itu tantangan hidup bukannya semakin ringan tetapi justru semakin berat. Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa belajar dari Rasul Paulus. Meskipun jasmaninya semakin hari semakin merosot, tetapi rohaninya justru semakin kuat (4:16). Salah satu rahasianya adalah karena Paulus hidup penuh syukur. Hati yang bersyukur adalah tanda orang percaya (4:15) yang membangkitkan kuasa besar dalam kehidupan Kristen. Mengapa? Karena dengan selalu bersyukur kita memperoleh kekuatan yang terus-menerus mengalir, yang memberi hidup berkelimpahan. Seseorang yang hatinya penuh ucapan syukur berarti dia sedang menyaksikan bahwa hidupnya adalah hidup yang tidak berkekurangan. Ada orang yang secara luar hidupnya terlihat berkelebihan dibandingkan orang lain, namun ternyata memiliki hati yang selalu bersungut-sungut, selalu merasa kurang dengan hidupnya. Tetapi Paulus, meskipun hidup pas-pasan, bahkan kekurangan tetapi justru memperkaya dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Menjadi pengikut Kristus tidak selalu indah dan lancar. Ada begitu banyak tantangan, rintangan dan hambatan dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan. Kemampuan mengucap syukur adalah satu kekuatan yang kita butuhkan untuk mengatasi semua rintangan ini. Mari kita memulai tahun yang baru ini dengan hati yang penuh bersyukur! [JS]
1 Tesalonika 5:18
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
Jangan Lupa mengucap Syukur!
Pentahbisan Bait Suci dalam 30:1 bisa menunjuk kepada Pentahbisan
Bait Suci yang dibangun pada zaman Raja Salomo (1 Raja-raja 8:63),
Pentahbisan Bait Suci yang dibangun pada zaman Ezra (Ezra 6:16), serta
Pembersihan Bait Suci dari barang-barang najis (berhala-berhala yang
dimasukkan ke Bait Suci atas perintah Antiokhus
Epifanes—penjajah Yunani) pada zaman Makabe pahlawan Yahudi di
abad kedua BC. Pentahbisan ketiga ini dirayakan terus sampai zaman
Tuhan Yesus dan disebut sebagai Hari Raya Pentahbisan Bait Allah
(Yohanes 10:22). Sekalipun mazmur ucapan syukur ini dipakai sebagai
nyanyian bersama umat Allah, sebenarnya mazmur ini bersumber dari
pengalaman pribadi Daud yang dihukum Allah setelah selesai menghitung
seluruh pasukannya (2 Samuel 24). Berkat yang ia nikmati menghasilkan
rasa aman dan percaya diri yang terlalu besar (Mazmur 30:7), sehingga
saat Daud mulai menyombongkan diri, Allah sedikit menghimpitnya untuk
membuatnya tersadar (30:8).
Kapankah ucapan syukur yang tulus sungguh-sungguh muncul di hati kita? Mungkin kita sungguh-sungguh bersyukur saat Tuhan datang menolong di detik-detik terakhir, saat kita amat terdesak, tak menemukan jalan keluar, dan putus asa. Namun, masihkah kita bersyukur bila kita berhasil meraih berbagai kesuksesan? Selanjutnya, apakah kesuksesan membuat kita terlena sehingga kita menyombongkan diri? (lihat Ulangan 8:11-18). Tuhan Yesus memberi peringatan yang keras terhadap orang yang menyombongkan kekayaan yang tidak bisa dia bawa saat jiwanya diambil (Lukas 12:16-21). Saat meraih kesuksesan, jangan melupakan Allah. Akuilah segala perbuatan tangan-Nya. Dengan demikian, kita akan menemukan alasan yang tidak terbatas untuk senantiasa menyanyikan syukur bagi Tuhan. [J]
Mazmur 30:13
"supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu."
Kapankah ucapan syukur yang tulus sungguh-sungguh muncul di hati kita? Mungkin kita sungguh-sungguh bersyukur saat Tuhan datang menolong di detik-detik terakhir, saat kita amat terdesak, tak menemukan jalan keluar, dan putus asa. Namun, masihkah kita bersyukur bila kita berhasil meraih berbagai kesuksesan? Selanjutnya, apakah kesuksesan membuat kita terlena sehingga kita menyombongkan diri? (lihat Ulangan 8:11-18). Tuhan Yesus memberi peringatan yang keras terhadap orang yang menyombongkan kekayaan yang tidak bisa dia bawa saat jiwanya diambil (Lukas 12:16-21). Saat meraih kesuksesan, jangan melupakan Allah. Akuilah segala perbuatan tangan-Nya. Dengan demikian, kita akan menemukan alasan yang tidak terbatas untuk senantiasa menyanyikan syukur bagi Tuhan. [J]
Mazmur 30:13
"supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu."
Tuhan Memberikan Semangat dan Hidup
TUHAN tidak terus-menerus murka. TUHAN akan memberikan jalan keluar
agar umat-Nya bisa memiliki semangat dan tetap bisa hidup di dalam
pengharapan.
Ketiadaan jalan keluar dapat mengakibatkan keputusasaan. Itulah yang terjadi dengan umat TUHAN di pembuangan. Kekuasaan Babel begitu besar, sehingga dalam pandangan orang Israel sudah tidak ada jalan untuk lepas dari pembuangan. Sekalipun demikian, tidak ada yang mustahil bagi TUHAN. Oleh karena itu, firman TUHAN dalam 57:15-21 diawali dengan perkataan, "Bukalah, bukalah, persiapkanlah jalan, angkatlah batu sandungan dari jalan umat-Ku." Jalan yang tertutup harus dibuka dan batu sandungan harus disingkirkan agar umat TUHAN bisa melalui jalan itu. TUHAN bersemayan di tempat tinggi, tetapi juga bersama-sama dengan orang yang remuk dan rendah hati. Murka TUHAN tidak selamanya agar umat TUHAN tidak patah semangat. TUHAN hendak menyembuhkan, menuntun, memulihkan dengan penghiburan yang sejati. TUHANlah yang menciptakan puji-pujian serta damai sejahtera, juga bagi mereka yang jauh.
Tuhan Yesus bersabda, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6). Allah hanya memberikan satu jalan, yaitu Yesus Kristus. Inilah jalan umat TUHAN yang bebas dari batu sandungan. Meskipun TUHAN hanya menyediakan satu jalan, jalan ini pasti karena dijamin oleh firman-Nya. Permasalahan kehidupan kita sangat kompleks dan kadangkala kita merasa berada di bawah kuasa yang kita tak dapat lolos. Ada kabar baik bahwa ada satu jalan untuk kita mengalami kuasa Allah, yaitu melalui Tuhan Yesus. Syaratnya, kita harus mau merendahkan diri di hadapan-Nya. [RAAL]
Yesaya 57:15b
"Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus,tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati."
Ketiadaan jalan keluar dapat mengakibatkan keputusasaan. Itulah yang terjadi dengan umat TUHAN di pembuangan. Kekuasaan Babel begitu besar, sehingga dalam pandangan orang Israel sudah tidak ada jalan untuk lepas dari pembuangan. Sekalipun demikian, tidak ada yang mustahil bagi TUHAN. Oleh karena itu, firman TUHAN dalam 57:15-21 diawali dengan perkataan, "Bukalah, bukalah, persiapkanlah jalan, angkatlah batu sandungan dari jalan umat-Ku." Jalan yang tertutup harus dibuka dan batu sandungan harus disingkirkan agar umat TUHAN bisa melalui jalan itu. TUHAN bersemayan di tempat tinggi, tetapi juga bersama-sama dengan orang yang remuk dan rendah hati. Murka TUHAN tidak selamanya agar umat TUHAN tidak patah semangat. TUHAN hendak menyembuhkan, menuntun, memulihkan dengan penghiburan yang sejati. TUHANlah yang menciptakan puji-pujian serta damai sejahtera, juga bagi mereka yang jauh.
Tuhan Yesus bersabda, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6). Allah hanya memberikan satu jalan, yaitu Yesus Kristus. Inilah jalan umat TUHAN yang bebas dari batu sandungan. Meskipun TUHAN hanya menyediakan satu jalan, jalan ini pasti karena dijamin oleh firman-Nya. Permasalahan kehidupan kita sangat kompleks dan kadangkala kita merasa berada di bawah kuasa yang kita tak dapat lolos. Ada kabar baik bahwa ada satu jalan untuk kita mengalami kuasa Allah, yaitu melalui Tuhan Yesus. Syaratnya, kita harus mau merendahkan diri di hadapan-Nya. [RAAL]
Yesaya 57:15b
"Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus,tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati."
Tuhan Menyediakan Pengharapan
Kedatangan Yesus Kristus, Tunas dari tunggul Isai, merupakan pengharapan bagi kita bahwa TUHAN tidak pernah melupakan kita.
Yesaya 11 menubuatkan kedatangan Yesus Kristus. Yesus Kristus digambarkan sebagai Tunas dari tunggul Isai. Nubuatan ini menggambarkan tentang pengharapan yang disediakan TUHAN. Apa yang tertulis tentang Yesus Kristus di dalam bagian ini sesuai dengan apa yang digenapi. Roh TUHAN ada pada Yesus Kristus (Yohanes 1:32). Yesus Kristus menghakimi dengan keadilan (Yohanes 5:30). Penggenapan lengkap dari nubuat mengenai kedatangan Tunas dari tunggul Isai ini bukan terjadi dalam satu kali kedatangan-Nya, melainkan dalam dua kali kedatangan-Nya. Pada kedatangan yang pertama, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera secara batiniah bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Pada kedatangan yang kedua kali, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya, karena Ia adalah Raja Damai. Hal ini digambarkan dengan rukunnya hewan-hewan yang sepengetahuan kita tidak mungkin bisa rukun satu sama lain. Pada waktu itu, TUHAN juga menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel bahwa sisa bangsa ini akan mewarisi janji-Nya. TUHAN yang berjanji tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Kita yang percaya kepada Yesus Kristus adalah orang-orang yang mengalami damai sejahtera-Nya secara batiniah. Damai sejahtera tersebut sangat mempengaruhi sikap hidup kita dalam menghadapi kegelisahan dunia ini. Kegelisahan dunia ini masih terus terjadi karena TUHAN belum selesai menggenapi janji-Nya. Namun, berdasarkan janji-janji yang telah Ia genapi, kita percaya bahwa Ia akan menggenapi seluruh janji-Nya dengan sempurna. Kita pun tahu bahwa Ia tidak pernah melupakan umat-Nya. [RAAL]
Yesaya 11:1
"Suatu Tunas akan keluar dari tunggul Isai,dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah."
Yesaya 11 menubuatkan kedatangan Yesus Kristus. Yesus Kristus digambarkan sebagai Tunas dari tunggul Isai. Nubuatan ini menggambarkan tentang pengharapan yang disediakan TUHAN. Apa yang tertulis tentang Yesus Kristus di dalam bagian ini sesuai dengan apa yang digenapi. Roh TUHAN ada pada Yesus Kristus (Yohanes 1:32). Yesus Kristus menghakimi dengan keadilan (Yohanes 5:30). Penggenapan lengkap dari nubuat mengenai kedatangan Tunas dari tunggul Isai ini bukan terjadi dalam satu kali kedatangan-Nya, melainkan dalam dua kali kedatangan-Nya. Pada kedatangan yang pertama, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera secara batiniah bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Pada kedatangan yang kedua kali, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya, karena Ia adalah Raja Damai. Hal ini digambarkan dengan rukunnya hewan-hewan yang sepengetahuan kita tidak mungkin bisa rukun satu sama lain. Pada waktu itu, TUHAN juga menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel bahwa sisa bangsa ini akan mewarisi janji-Nya. TUHAN yang berjanji tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Kita yang percaya kepada Yesus Kristus adalah orang-orang yang mengalami damai sejahtera-Nya secara batiniah. Damai sejahtera tersebut sangat mempengaruhi sikap hidup kita dalam menghadapi kegelisahan dunia ini. Kegelisahan dunia ini masih terus terjadi karena TUHAN belum selesai menggenapi janji-Nya. Namun, berdasarkan janji-janji yang telah Ia genapi, kita percaya bahwa Ia akan menggenapi seluruh janji-Nya dengan sempurna. Kita pun tahu bahwa Ia tidak pernah melupakan umat-Nya. [RAAL]
Yesaya 11:1
"Suatu Tunas akan keluar dari tunggul Isai,dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah."
Tetap Mengasihi-Nya
Daud pernah mengalami masa-masa yang begitu genting dan ketakutan
yang begitu mencekam saat dikejar-kejar oleh Saul (1 Samuel 23). Dalam
masa ketakutan yang amat sangat, Yonatan menguatkan kepercayaan Daud
kepada Tuhan (1 Samuel 23:15-16). Ketika Anda berkata bahwa Anda beriman
kepada Allah, apakah Anda sungguh-sungguh percaya kepada-Nya? Perkataan
Daud, Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; .., ya TUHAN, Allah
yang setia, (Mazmur 31:6) menyatakan bahwa Daud percaya secara total
kepada Allah. Kalimat yang sama diucapkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia
disalibkan (Lukas 23:46) dan oleh Stefanus ketika ia dirajam batu hingga
mati (Kisah Para Rasul 7:59). Hal ini menyatakan betapa pentingnya kita
mempercayai Allah yang setia serta menyerahkan totalitas hidup kita ke
dalam tangan Tuhan.
Kepercayaan kepada Allah yang setia tidak meniadakan kesulitan, pencobaan, dan penderitaan. Namun, penderitaan dan kesesakan juga tidak dapat meniadakan kesetiaan Allah bagi mereka yang mengasihi Dia. Pemazmur mengontraskan bersandar kepada berhala dengan bersandar kepada TUHAN (31:7). Pemazmur menyadari bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong dan menyelamatkan. Berhala tidak dapat melakukan apa-apa (Lihat 115:4-9; Ulangan 4:28,29). Di saat kesesakan, pemazmur menyangka bahwa ia terbuang dari hadapan Tuhan (Mazmur 31:23). Namun, ketika ia mengangkat jiwanya kepada Tuhan, ia mendapati bahwa Allah menunjukkan kasih dan pertolongan-Nya secara ajaib (31:22). Kepada siapa kita menggantungkan hidup kita di tengah kesulitan, penderitaan, dan kefanaan dunia ini? Tidak ada yang dapat memberikan jaminan yang lebih pasti selain Allah yang akan menjaga hidup kita sampai kekekalan. Kekuatan sejati hanya dapat kita temukan di dalam Allah. Dalam situasi apa pun, tetaplah kasihi Allah! [J]
Mazmur 31:25
"Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!"
Kepercayaan kepada Allah yang setia tidak meniadakan kesulitan, pencobaan, dan penderitaan. Namun, penderitaan dan kesesakan juga tidak dapat meniadakan kesetiaan Allah bagi mereka yang mengasihi Dia. Pemazmur mengontraskan bersandar kepada berhala dengan bersandar kepada TUHAN (31:7). Pemazmur menyadari bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong dan menyelamatkan. Berhala tidak dapat melakukan apa-apa (Lihat 115:4-9; Ulangan 4:28,29). Di saat kesesakan, pemazmur menyangka bahwa ia terbuang dari hadapan Tuhan (Mazmur 31:23). Namun, ketika ia mengangkat jiwanya kepada Tuhan, ia mendapati bahwa Allah menunjukkan kasih dan pertolongan-Nya secara ajaib (31:22). Kepada siapa kita menggantungkan hidup kita di tengah kesulitan, penderitaan, dan kefanaan dunia ini? Tidak ada yang dapat memberikan jaminan yang lebih pasti selain Allah yang akan menjaga hidup kita sampai kekekalan. Kekuatan sejati hanya dapat kita temukan di dalam Allah. Dalam situasi apa pun, tetaplah kasihi Allah! [J]
Mazmur 31:25
"Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!"
Keselamatan adalah Anugerah Tuhan
Kedatangan Kristus kedua kali adalah keselamatan bagi umat TUHAN dan
pembinasaan bagi Iblis. Keselamatan itu adalah penggenapan janji TUHAN
bagi umat-Nya. Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah TUHAN.
Pada hari penghakiman, sesungguhnya TUHAN akan memusnahkan Iblis. TUHAN akan menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel yang adalah kebun anggur TUHAN. Pada waktu itu, bangsa Israel berkembang dan mengalami kemuliaan TUHAN. Semua itu terjadi karena kesetiaan TUHAN atas janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Bangsa Israel bukan bangsa yang baik dan benar, namun TUHAN akan membuat mereka bertobat dari perilakunya yang jahat dan berdosa. Ia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Saat itu, bangsa Israel akan kembali kepada TUHAN dan menyembah-Nya di gunung yang kudus, di Yerusalem.
Pelajaran penting yang kita peroleh dari perjanjian Allah dengan bangsa Israel adalah bahwa TUHAN tidak pernah mengingkari janji-Nya, meskipun bangsa Israel telah gagal untuk mengikut Tuhan dengan setia. Dengan cara TUHAN, Ia akan membuat bangsa Israel bertobat dari perilakunya yang berdosa serta berbalik kepada TUHAN. Itulah anugerah Allah. Pada akhirnya, ketika umat TUHAN diselamatkan, tidak ada seorang pun yang boleh membanggakan diri karena jasanya. Demikian pula dengan bangsa Israel. Keselamatan yang dialami bangsa Israel merupakan anugerah TUHAN. Allah memelihara umat-Nya sampai kepada kesudahannya. Bukan itu saja, Ia akan memuliakan umat-Nya. Kemuliaan TUHAN akan dialami oleh umat TUHAN pada hari yang agung itu. Kita yang sudah percaya kepada Yesus Kristus adalah orang yang berbahagia, karena hari itu datang sebagai keselamatan bagi kita. [RAAL]
Yesaya 27:2-3
"Bernyanyilah tentang kebun anggur yang elok!Aku, TUHAN, Penjaganya; setiap saat Aku menyiraminya.Supaya jangan orang mengganggunya, siang malam Aku menjaganya."
Pada hari penghakiman, sesungguhnya TUHAN akan memusnahkan Iblis. TUHAN akan menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel yang adalah kebun anggur TUHAN. Pada waktu itu, bangsa Israel berkembang dan mengalami kemuliaan TUHAN. Semua itu terjadi karena kesetiaan TUHAN atas janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Bangsa Israel bukan bangsa yang baik dan benar, namun TUHAN akan membuat mereka bertobat dari perilakunya yang jahat dan berdosa. Ia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Saat itu, bangsa Israel akan kembali kepada TUHAN dan menyembah-Nya di gunung yang kudus, di Yerusalem.
Pelajaran penting yang kita peroleh dari perjanjian Allah dengan bangsa Israel adalah bahwa TUHAN tidak pernah mengingkari janji-Nya, meskipun bangsa Israel telah gagal untuk mengikut Tuhan dengan setia. Dengan cara TUHAN, Ia akan membuat bangsa Israel bertobat dari perilakunya yang berdosa serta berbalik kepada TUHAN. Itulah anugerah Allah. Pada akhirnya, ketika umat TUHAN diselamatkan, tidak ada seorang pun yang boleh membanggakan diri karena jasanya. Demikian pula dengan bangsa Israel. Keselamatan yang dialami bangsa Israel merupakan anugerah TUHAN. Allah memelihara umat-Nya sampai kepada kesudahannya. Bukan itu saja, Ia akan memuliakan umat-Nya. Kemuliaan TUHAN akan dialami oleh umat TUHAN pada hari yang agung itu. Kita yang sudah percaya kepada Yesus Kristus adalah orang yang berbahagia, karena hari itu datang sebagai keselamatan bagi kita. [RAAL]
Yesaya 27:2-3
"Bernyanyilah tentang kebun anggur yang elok!Aku, TUHAN, Penjaganya; setiap saat Aku menyiraminya.Supaya jangan orang mengganggunya, siang malam Aku menjaganya."
Tanggung Jawab Orang Kristen 2
Orang Kristen memiliki status ganda, yaitu sebagai anak Tuhan dan
sekaligus sebagai anak bangsa. Oleh karena itu, orang Kristen harus
menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Sebagai anak bangsa, orang Kristen bertanggung jawab untuk bersikap taat kepada pemerintah dalam segala hal (3:1). Sebagai anak Tuhan, orang Kristen harus siap melakukan pekerjaan yang baik.
Di satu sisi, terdapat orang Kristen ekstrim yang hanya menekankan status sebagai anak Tuhan sehingga hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat vertikal dan tidak peduli terhadap bangsa dan negara, termasuk tidak membayar pajak dan tidak peduli terhadap keadaan sekitarnya. Di sisi lain, terdapat pula orang Kristen ekstrim lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, yaitu terlalu memperhatikan urusan dunia (kepedulian terhadap sesama maupun dalam urusan bangsa dan negara, tetapi melupakan Tuhan dan pekerjaan-Nya.
Orang Kristen di Pulau Kreta mempunyai nama jelek dalam masyarakat. Mereka tidak berperilaku baik terhadap negara maupun terhadap sesama. Mereka menyangkal status mereka sebagai orang Kristen.
Rasul Paulus menasihati Titus agar mengingatkan orang-orang Kreta agar tunduk kepada pemerintah dan penguasa. Mereka harus sadar bahwa Tuhan menempatkan mereka untuk mengusahakan dan memberikan sumbangsih positif bagi bangsanya. Orang Kristen harus taat kepada Pemerintah dan memperhatikan sesama serta mengasihi dengan kasih agape, dengan memperhatikan kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani orang lain. Orang Kristen adalah anak Tuhan dan sekaligus anak bangsa yang harus memperhatikan keseimbangan dalam kehidupan [LM]
Titus 3:1
"Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."
Sebagai anak bangsa, orang Kristen bertanggung jawab untuk bersikap taat kepada pemerintah dalam segala hal (3:1). Sebagai anak Tuhan, orang Kristen harus siap melakukan pekerjaan yang baik.
Di satu sisi, terdapat orang Kristen ekstrim yang hanya menekankan status sebagai anak Tuhan sehingga hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat vertikal dan tidak peduli terhadap bangsa dan negara, termasuk tidak membayar pajak dan tidak peduli terhadap keadaan sekitarnya. Di sisi lain, terdapat pula orang Kristen ekstrim lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, yaitu terlalu memperhatikan urusan dunia (kepedulian terhadap sesama maupun dalam urusan bangsa dan negara, tetapi melupakan Tuhan dan pekerjaan-Nya.
Orang Kristen di Pulau Kreta mempunyai nama jelek dalam masyarakat. Mereka tidak berperilaku baik terhadap negara maupun terhadap sesama. Mereka menyangkal status mereka sebagai orang Kristen.
Rasul Paulus menasihati Titus agar mengingatkan orang-orang Kreta agar tunduk kepada pemerintah dan penguasa. Mereka harus sadar bahwa Tuhan menempatkan mereka untuk mengusahakan dan memberikan sumbangsih positif bagi bangsanya. Orang Kristen harus taat kepada Pemerintah dan memperhatikan sesama serta mengasihi dengan kasih agape, dengan memperhatikan kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani orang lain. Orang Kristen adalah anak Tuhan dan sekaligus anak bangsa yang harus memperhatikan keseimbangan dalam kehidupan [LM]
Titus 3:1
"Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."
Tanggung Jawab orang Kristen
Menerima status sebagai orang "Kristen" adalah anugerah semata-mata.
Anugerah kehidupan dan keselamatan dari Allah harus
dipertanggungjawabkan kepada Allah yang memberikan anugerah itu.
Bacaan Alkitab hari ini menjelaskan tanggung jawab orang Kristen. Pertama, orang Kristen bertanggung jawab untuk tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang sudah diperoleh dari Tuhan (2:11). Anugerah sudah tersedia, bahkan sudah diterima oleh orang-orang Kreta yang percaya kepada Tuhan, namun kehidupan mereka jauh dari Tuhan. Mereka menyia-nyiakan anugerah Tuhan seperti halnya dengan banyak orang Kristen pada masa kini.
Kedua, orang Kristen bertanggung jawab untuk membuang dosa (2:12). Dosa menghambat berkat Allah. Dosa membutakan mata rohani orang percaya untuk melihat dan melakukan kehendak Tuhan. Setelah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita menjadi "manusia baru". Ada hal-hal yang memalukan yang tidak pantas dilakukan oleh orang percaya yang sudah lahir baru dan menyandang gelar manusia baru (Efesus 4:20-31).
Ketiga, orang Kristen bertanggung jawab untuk melayani (2:15). Injil keselamatan Allah wajib diteruskan. Paulus menyebut hal itu sebagai pekerjaan yang baik dan satu-satunya kelakuan yang diwajibkan bagi semua yang telah menikmati anugerah keselamatan. Oleh karena itu, Paulus mengatakan kepada Titus bahwa melayani (mengabarkan Injil) merupakan kewajiban orang percaya. Menyia-nyiakan anugerah Tuhan, berkancah dosa, dan tidak melayani adalah tindakan tidak bertanggung jawab. Orang itu bukan orang Kristen sejati. Sudahkah Anda bertanggung jawab atas anugerah Tuhan? [LM]
Titus 2:12
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini."
Bacaan Alkitab hari ini menjelaskan tanggung jawab orang Kristen. Pertama, orang Kristen bertanggung jawab untuk tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang sudah diperoleh dari Tuhan (2:11). Anugerah sudah tersedia, bahkan sudah diterima oleh orang-orang Kreta yang percaya kepada Tuhan, namun kehidupan mereka jauh dari Tuhan. Mereka menyia-nyiakan anugerah Tuhan seperti halnya dengan banyak orang Kristen pada masa kini.
Kedua, orang Kristen bertanggung jawab untuk membuang dosa (2:12). Dosa menghambat berkat Allah. Dosa membutakan mata rohani orang percaya untuk melihat dan melakukan kehendak Tuhan. Setelah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita menjadi "manusia baru". Ada hal-hal yang memalukan yang tidak pantas dilakukan oleh orang percaya yang sudah lahir baru dan menyandang gelar manusia baru (Efesus 4:20-31).
Ketiga, orang Kristen bertanggung jawab untuk melayani (2:15). Injil keselamatan Allah wajib diteruskan. Paulus menyebut hal itu sebagai pekerjaan yang baik dan satu-satunya kelakuan yang diwajibkan bagi semua yang telah menikmati anugerah keselamatan. Oleh karena itu, Paulus mengatakan kepada Titus bahwa melayani (mengabarkan Injil) merupakan kewajiban orang percaya. Menyia-nyiakan anugerah Tuhan, berkancah dosa, dan tidak melayani adalah tindakan tidak bertanggung jawab. Orang itu bukan orang Kristen sejati. Sudahkah Anda bertanggung jawab atas anugerah Tuhan? [LM]
Titus 2:12
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini."
APA KATA ALKITAB TENTANG MANUSIA? (Part 1)
Pdt. Stephen Tong pernah berkata : “Nilai terbesar di dalam kebudayaan manusia
adalah manusia itu sendiri. Potensi terbesar di dalam sejarah manusia adalah
manusia itu sendiri. Bahaya terbesar di dalam masyarakat adalah manusia itu
sendiri. Bukankah manusia telah menjadi sasaran kasih yang paling mempesona
manusia yang lain? Manusia, siapakah manusia itu?” (Peta dan Teladan Allah, hal. vii). Ya! Siapakah
manusia itu? Ini adalah salah satu pertanyaan yang paling penting di dalam
dunia ini. Pertanyaan ini bukan saja penting tetapi juga klasik sekaligus “up to date”.
Anthony Hoekema – Manusia menjadi salah
satu problem paling krusial pada zaman kita. Para
filsuf bergumul dengannya, para sosiolog mencoba untuk menjawabnya, para
psikolog dan psikiater tengah menghadapinya, pakar etika dan aktivis sosial
mencoba untuk memecahkannya. Bahkan para penulis novel dan dramawan juga
melibatkan diri dalam pertanyaan ini…Hampir setiap novel atau drama kontemporer
bergumul dengan pertanyaan, “Apakah manusia itu?” (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 2-3).
Secara historis, orang mulai berpikir tentang
manusia sudah dari zaman yang sangat lama. Protagoaras (480-411 SM), Socrates
(469-399 SM), Aristoteles (384-322 SM), Mencius (371-288 SM), filsafat Tiongkok
kuno maupun filsafat India
kuno telah membicarakan juga tentang manusia. Dan menjawab pertanyaan ini tidak
mudah. Mengapa? Dari sisi pertanyaan itu saja, karena subyek dan obyek dari
pertanyaan ini adalah satu/sama yakni “MANUSIA”. Siapa yang bertanya? Manusia! Kepada
siapa ditanyakan? Manusia! Tanya tentang apa? Manusia! Pertanyaan ini mirip
dengan pertanyaan “Siapakah aku ini?” Dalam
pertanyaan ini subyek dan obyek satu yakni “AKU”. Siapa yang bertanya? “AKU!” Kepada
siapa ditanyakan? “AKU!” Tanya tentang apa? “AKU!” Jadi subyek dan obyeknya
sama. Yang bertanya adalah yang ditanya. Yang mencari tahu adalah yang
dicaritahu. Yang ingin mengetahui adalah yang ingin diketahui.
Stephen Tong – Bukankah suatu hal yang
lucu jika siapakah manusia itu ditanyakan kepada manusia dan dijawab oleh
manusia sendiri? (Peta dan Teladan
Allah, hal.
vii).
Pertanyaannya adalah bagaimana manusia bisa bertanya
“Siapakah manusia itu?” Jawabannya
adalah karena manusia adalah makluk yang bertanya. Manusia bertanya tentang
segala sesuatu di luar/di sekeliling dirinya (Biologi, Fisika, Kimia, dll). Selanjutnya manusia bertanya segala sesuatu di dalam dirinya (Antropologi,
Psikologi). Dan
akhirnya manusia bertanya tentang segala sesuatu di atas dirinya (Teologi).
Note : Itu berarti bahwa
teologia tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan semua ilmu yang lain
karena semua ilmu yang lain hanya membahas tentang apa yang ada DI
SEKELILING DAN DI DALAM manusia tetapi teologia membahas tentang apa yang ada
DI ATAS manusia. Benarlah yang dikatakan orang bahwa teologia adalah “The Queen or the King of Science”. (Ratu/Raja
dari semua ilmu pengetahuan). Karena itu :
·
Yang belajar biologi, fisika, kimia jangan sombong dan menganggap remeh
orang yang belajar teologia. (Pada sekolah SMA zaman dulu para siswa yang duduk
di kelas A1 dan A2 menganggap remeh A3 dan A4. Itu salah!).
·
Orang yang belajar teologia tidak boleh minder terhadap orang-orang yang
belajar disiplin ilmu yang lain.
·
Kalau saudara sudah pakar di dalam ilmu yang lain, jangan cepat puas.
Carilah/belajarlah teologia karena ini adalah “The Queen or the King of Science”. (Belajar teologia tidak berarti
harus sekolah teologia. Saudara bisa belajar teologia di gereja lewat
khotbah-khotbah dan PA).
·
Kalau mau mempersembahkan anak untuk Tuhan (sekolah teologia), berilah
yang paling pintar karena dia akan menggeluti cabang ilmu yang paling tinggi.
Jangan berikan yang pintar-pintar untuk ilmu yang lain dan yang paling bodoh
untuk teologia.
Lalu bagaimana kita menjawab pertanyaan “Siapakah manusia itu?” Dapatkah manusia
menjawab pertanyaan “Siapakah manusia
itu?” atau “Siapakah aku ini?” Di
balik pertanyaan “siapakah aku ini?”
muncul banyak pertanyaan : Siapakah yang bertanya? (“AKU”). Mengapa “AKU”
bertanya? (Karena “AKU” mau mencari tahu). Mengapa “AKU” mencari tahu? (Karena
“AKU” tidak tahu). Tetapi “AKU” bertanya pada siapa?” Atau
kepada siapa “AKU”
mencari tahu? (Kepada “AKU” sendiri). Tapi bukankah “AKU” tidak tahu dan
sementara mencari tahu? Bagaimnana “AKU” bisa memberi tahu? Kalau “AKU” sudah
tahu seharusnya tak perlu mencari tahu lagi. Tapi kalau “AKU” tidak tahu juga,
lalu untuk apa mencari tahu pada yang tidak tahu? Jadi “AKU” yang tidak tahu ternyata
telah bertanya kepada “AKU” sendiri yang tidak tahu. Lalu bagaimana bisa tahu? Tidak
mungkin! Di sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya manusia dari dirinya
sendiri tidak bisa menjawab dengan tuntas siapa dirinya sendiri. Kalau begitu
jawaban atas pertanyaan tsb tidak boleh datang dari diri manusia itu sendiri
tetapi dari luar/dari atas manusia sendiri yakni dari Tuhan Allah dalam hal ini
adalah firman-Nya. Jadi firman Allahlah yang dapat memberikan jawaban tuntas
kepada manusia tentang siapa dirinya.
Kalau kita memeriksa Firman Tuhan, maka Firman Tuhan
memberitahukan dengan jelas kepada kita bahwa sesungguhnya manusia itu adalah
ciptaan Allah. (Man is the Creation of
God).
Kej 1:1, 27 – (1)
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi…(27) Maka Allah menciptakan manusia itu…"
Jadi manusia tidak berada dengan sendirinya. Dia
dicipta oleh Allah / diadakan oleh Allah. Kalau memang manusia diciptakan oleh
Allah maka ada saat di mana manusia tidak ada dan baru memperoleh keberadaannya
pada suatu saat. Itu berarti bahwa manusia membutuhkan Allah untuk menjadi ada.
Tanpa Allah manusia tidak pernah berada atau tidak pernah jadi ada.
Selanjutnya, setelah dicipta, apakah manusia bisa terlepas dari Allah? Tidak!
Kis 17:25,28 – (25)
“…Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
(28) Sebab di dalam Dia
kita hidup, kita bergerak, kita ada…”
Ayub 12:9-10 – (9)
Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan
itu (10) bahwa di dalam
tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa setelah dicipta
manusia terus bergantung pada Allah. Manusia tidak pernah menjadi otonom /
independen di dalam keberadaannya.
Anthony Hoekema – “…kita berhutang kepada
Allah atas setiap nafas kita, kita bereksistensi hanya di dalam Dia, di dalam
setiap gerakan yang kita lakukan, kita bergantung kepada-Nya. Kita tidak akan
mampu mengangkat satu jari pun di luar kehendak Allah. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 8).
Inilah natur manusia! Manusia adalah ciptaan yang
bergantung mutlak kepada Allah. Maksudnya adalah manusia bergantung kepada
Allah supaya berada dan terus bergantung kepada Allah supaya tetap berada.
Seorang anak yang lahir, seluruh hidupnya bergantung pada orang tuanya, tetapi
ada saat di mana ia menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang tuanya lagi
yakni pada saat dia sudah dewasa. Tetapi manusia tidak demikian. Keberadaannya
berasal dari Allah dan keberlangsungan keberadaannya juga terus bergantung pada
Allah. Tidak saat di mana manusia tidak bergantung pada Allah. Paulus berkata
dalam Kis 17:28 : “Sebab di dalam Dia
kita hidup, kita bergerak, kita ada…”. Ini sama dengan ikan di dalam laut
yang keberadaannya sangat bergantung pada air laut. Sesaat saja keluar dari
air, ia akan mati. Inilah konsekuensi dari status kita sebagai ciptaan. Dan
biarlah kita selalu mengingat ini. Sehebat apa pun kita, sepintar apa pun kita,
sekaya apa pun kita, kita adalah ciptaan yang sangat bergantung pada Allah.
Jangan menjadi sombong dan lupa diri karena kita tidak akan bisa menggerakkan 1
jari pun tanpa Dia. Juga jangan suka protes pada Allah karena kita hanya
ciptaan yang bergantung pada Dia seperti yang dilakukan oleh Yunus.
Yun 4:4,9 – (4)
Tetapi firman TUHAN: "Layakkah
engkau marah?" (9) Tetapi
berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah
sampai mati."
Bandingkan :
Rom 9:20 - Siapakah
kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?
Banyak kali kita protes kepada Allah dan menunjukkan
ketidakpuasan kita terhadap keberadaan kita seperti (miskin, tidak pintar,
tidak ganteng/cantik, warna kulit, dsb), tetap ingatlah bahwa kalau kita bisa
ada saja itu sudah anugerah Tuhan yang besar. Tidak usah protes kepada Tuhan!
Kita sudah melihat bahwa manusia adalah ciptaan
Allah tetapi bagaimana ia diciptakan? Itulah yang akan kita pelajari dengan
lebih mendalam :
I.
MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN / MELALUI PERUNDINGAN ILAHI.
Ada satu hal yang menyolok sewaktu manusia diciptakan oleh
Allah yakni penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada diri Allah yang
muncul dalam Kej 1:26.
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk jamak ini menarik mengingat bahwa
Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu esa/satu.
Ul 6:4 - Dengarlah,
hai orang Israel:
TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raj 8:60 - supaya
segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHANlah
Allah, dan tidak ada yang lain
Nah, jika Allah itu esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan
manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut
gambar dan rupa Ku…”
tetapi yang nampak dalam Kej 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata
bentuk jamak “Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam ayat 26 ini?
Sepanjang sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan jamak kehormatan
ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa
mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk
tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena
dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia
tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak.
Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diijinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa
agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang
disebut sebagai majestic pluralism. (Peta
& Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kej
1:26 hanyalah sekedar sapaan penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius
orang Timur Tengah. Tetapi ada 2 keberatan terhadap pandangan ini :
·
Jika tradisi ini benar
sekalipun, itu harus tetap ditolak dalam kaitan dengan Kej 1:26 karena tradisi
itu merupakan cara panggilan manusia kepada Allah sedangkan Kej 1:26 mengatakan
bahwa Allahlah yang berbicara bukan manusia yang berbicara tentang Allah.
Kej 1:26 - Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
·
Selain itu kata ganti
“Kita” ini juga muncul dalam Kej 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin
diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kej 3:22 - Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah
menjadi seperti salah satu dari Kita,
….”
Dengan demikian pandangan tentang jamak kehormatan ini
mesti ditolak.
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui bahwa memang dalam ayat tersebut
Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia kepada Allah. Tetapi mereka lalu
menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh Allah sendiri menunjukkan bahwa
Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri. Tetapi Louis Berkhof menganggap
bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di akal.
Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk
jamak kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi
Ssistematika – Doktrin Manusia, hal.
6)
- Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah sementara mengajak
malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia. Keberatan untuk pandangan
ini adalah :
·
Di seluruh Alkitab
tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
·
Kalau ditafsirkan
demikian maka berarti manusia juga dicipta dengan gambar dan rupa malaikat. Ini
jelas ajaran yang tidak Alkitabiah.
·
Jikalau malaikat juga
mencipta manusia maka kedudukan malaikat akan menjadi setara dengan Allah dan
berhak atas penyembahan manusia. Padahal hal itu jelas dilarang dalam Alkitab!
·
Perhatikan baik-baik :
Kej 1:26-27 – (26)
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…"
(27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki
dan perempuan diciptakan-Nya
mereka.
Jelas bahwa
kata ‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa semua penafsiran itu tidak masuk akal.
Jika demikian siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kej 1:26 itu? Saya
percaya ini menunjuk pada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang
memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong – “…mengapa Allah
menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal.
Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus,
menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga
Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung
sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik karena di dalam penciptaan yang lain,
hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi sewaktu
menciptakan manusia tidak demikian formulanya melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kej
1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk menciptakan manusia,
terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau “rapat” ilahi di
antara oknum-oknum Tritunggal.
R.
Soedarmo - Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya
berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan
menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar
Dogmatika, hal. 139).
Budi
Asali - Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kej 1:26-27).
Ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam
Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia lakukan sebelumnya, pada waktu Ia
menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi
Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen Tong – Sebelum Allah
Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah
berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini
menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini
mengindikasikan bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena
ungkapan ini tidak dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus
diperhatikan bahwa ada sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan
manusia...." Hal ini sekali lagi menunjukkan keunikan dalam penciptaan
manusia. Perencanaan ilahi seperti ini tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan
lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 16-17).
Jika Allah saja begitu menghargai manusia dan
menganggapnya begitu istimewa, maka sudah seharusnya manusia sendiri memandang
manusia itu sebagai sesuatu yang berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
- Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang manusia harus belajar untuk menilai
dirinya sebagaimana Allah menilainya dan jikalau Allah sangat menghargai dan
menganggap seorang manusia begitu istimewa maka seorang manusia harus juga
melihat dirinya demikian adanya. Karena itu janganlah kita menjadi orang yang
rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah
diri hanya karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya
karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak
tidak sepintar orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak
orang lain. Janganlah kita menjadi
orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah
diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya
karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri
sebagaimana Allah menghargainya.
- Manusia harus menghargai orang lain.
Karena orang lain juga adalah manusia seperti kita
maka kita juga harus belajar untuk menghargai orang lain sebagaimana Allah juga
menghargai mereka. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan
mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena wajah mereka
tidak secantik dan setampan kita, kulit mereka tidak seterang kita, rambut mereka
tidak selurus kita dan lain sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang
berkomentar tentang seseorang. Ia berkata : “Bayangkan
sudah hitam, kriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang
hitam dan kriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang
lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena
otak mereka tidak sepintar kita, uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka
tidak setenar nama kita, lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka
tidak sebaik kita, dan lain sebagainya. Ingat, anda adalah makhluk yang
istimewa dan berharga di mata Tuhan, demikian juga sesama manusia anda.
Hargailah dirimu dan orang lain juga!
II. MANUSIA
DICIPTAKAN SECARA LANGSUNG DAN SEGERA.
Fakta lain tentang penciptaan manusia adalah bahwa ia
dicipta secara langsung dan segera.
Kej 1:27 - Maka
Allah menciptakan manusia itu….”
Maksudnya adalah bahwa pada saat Allah mencipta
manusia, Ia telah mencipta manusia sebagai manusia sehingga hasil dari ciptaan
itu benar-benar adalah manusia. Allah tidak menciptakan suatu makhluk yang lain
yang nantinya akan berubah / berproses menjadi manusia seperti kepompong yang
lalu berubah menjadi kupu-kupu. Tidak sama sekali! Ia menciptakannya langsung
dan segera menjadi manusia. Semua ini jelas bertentangan dengan apa yang
diajarkan teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada
tahun 1859. Memang, teori evolusi bukan berasal
dari Darwin,
konsepnya dapat ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada
juga beberapa pendahulu Darwin
pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku
Darwinlah yang menjadi dasar dari pemikiran evolusi modern.
Ada pandangan yang berfariasi seputar teori
evolusi ini tetapi secara umum teori ini mengatakan bahwa semua makhluk
hidup itu adalah hasil evolusi dari bentuk yang paling sederhana. Dulunya,
terjadi secara kebetulan, ‘bahan-bahan’ mati bercampur dan berubah menjadi
makhluk bersel satu lalu berubah lagi menjadi makhluk lain yang lebih kompleks.
Yakub Tri
Handoko – “... teori evolusi
bisa dipahami sebagai pandangan yang menyatakan bahwa manusia berasal dari
suatu proses evolusi yang panjang, dimulai dari zat yang paling sederhana
sampai terbentuknya makhluk yang sangat kompleks yang disebut “manusia”.
Keberadaan zat hidup pertama ini biasanya dipahami sebagai hasil dari sebuah
peristiwa alam yang kebetulan dan tiba-tiba. Proses yang diperlukan untuk
evolusi ini bisa memakan waktu berjuta-juta tahun. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan
Manusia dan Teori Evolusi).
Sederhananya
begini, mula-mula secara kebetulan ada satu makhluk bersel satu yang setelah
berjuta-juta tahun berkembang menjadi sejenis ikan, lalu setelah jutaan tahun
lagi ikan ini berkembang menjadi amfibi, lalu jutaan tahun kemudian amfibi ini
berkembang menjadi reptilia, lalu jutaan tahun lagi reptilia ini berkembang
menjadi mamalia dan burung dan pada akhirnya beberapa mamalia (seperti monyet)
berkembang menjadi manusia. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi
manusia seperti sekarang ini. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi manusia seperti sekarang ini, dapat digambarkan sebagai berikut :
Kira-kira demikianlah pandangan teori evolusi secara sederhana.
Kira-kira demikianlah pandangan teori evolusi secara sederhana.
Lalu
bagaimana kita menjawab hal ini? Sesungguhnya ada banyak jawaban bisa diberikan
terhadap teori ini berkaitan dengan mutasi genetik, hukum kedua
termodinamika/entropi maupun penemuan biokimia modern yang berhubungan dengan
DNA / RNA tetapi semua penjelasan ini akan menyulitkan kita memahaminya jika
kita tidak mempunyai pengetahuan dasar tentang bidang-bidang itu. Jadi saya
hanya akan paparkan 2 bantahan saja dan menurut saya itu sudah cukup untuk menunjukan
kemustahilan dan ketidaklogisan teori evolusi ini.
- Teori ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan dimulai dari suatu makhluk bersel satu yang kemudian berevolusi selama jutaan tahun menjadi makhluk hidup yang lain.
Pertanyaan saya adalah darimana makhluk bersel satu
ini berasal / ada? Sebagaimana sudah disebutkan di atas, para penganut teori
evolusi mengatakan bahwa makhluk bersel satu ini ada secara kebetulan sebagai
hasil bercampurnya ‘bahan-bahan’ mati. Pertanyaan kita selanjutnya adalah
bagaimana mungkin bahan-bahan mati yang bercampur itu bisa secara otomatis
menghasilkan suatu kehidupan dengan sendirinya? Itu mustahil! Cobalah anda
mencampur sejumlah benda mati, apakah bisa menghasilkan suatu makhluk hidup?
Mereka juga mengatakan bahwa petir yang menyambar menghasilkan suatu zat yang
namanya asam amino, dan asam amino ini adalah unsur dasar dari sel. Tetapi
persoalannya adalah bagaimana bisa suatu zat yang mati seperti asam amino
tahu-tahu bisa berubah menjadi suatu sel yang hidup? Secara logis tidak bisa
diterima kalau sesuatu benda (mati atau hidup) bisa ada secara kebetulan.
Seandainya anda pergi ke hutan dan di sana
anda menemukan secangkir kopi dalam gelas, apakah anda akan mengambil
kesimpulan bahwa gelas dan kopinya itu ada dengan sendirinya atau ada secara kebetulan?
Tidak mungkin! Logika kita akan mengharuskan penyebab dari hal itu. Dengan
demikian teori bahwa ada satu makhluk bersel satu yang muncul secara kebetulan
sebagaimana yang dikatakan para evolusionis adalah omong kosong yang tidak
masuk akal. Di sini paham evolusi ini tidak cocok disebut sebagai teori
melainkan dongeng.
- Perhatikan bahwa teori evolusi ini mengatakan bahwa suatu species tertentu mengalami perkembangan / evolusi menjadi species yang lain dalam kurun waktu jutaan tahun.
Pertanyaan
kita adalah apakah selama jutaan tahun itu ada species yang mati atau tidak?
Pasti ada bukan? Jikalau begitu tentu harus ada species yang mati selama proses
evolusi itu belum maksimal dalam rupa species yang benar-benar baru bukan? Kalau
ya, mengapa tidak ada 1 fosil pun yang ditemukan hingga saat ini yang menunjuk
pada bentuk antara di antara 2 species berbeda. Sederhananya begini. Dikatakan
bahwa ikan berevolusi selama jutaan tahun untuk menjadi seekor buaya.
Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu? Mengapa tidak ada fosil-fosil species "setengah jadi" seperti gambar berikut?
Jikalau manusia yang ada sekarang adalah hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo Saphiens adalah jutaan tahun?
Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu? Mengapa tidak ada fosil-fosil species "setengah jadi" seperti gambar berikut?
Jikalau manusia yang ada sekarang adalah hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo Saphiens adalah jutaan tahun?
Yakub Tri
Handoko – Sejak pandangan
evolusi bergulir para ahli semakin giat mencari berbagai fosil dengan harapan
menemukan “mata rantai yang hilang” yang bisa menjelaskan transisi dari
binatang ke manusia atau dari suatu tahapan evolusi ke tahapan yang lain.
Setelah berjalan puluhan dekade, mata rantai yang hilang itu tidak pernah
ditemukan. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi)
Tetapi
mungkin saudara berpikir bahwa bukankah gambar-gambar yang beredar maupun
film-film yang ada menunjukkan “bentuk antara” antara monyet dan manusia? Dan
juga bahwa beberapa fosil yang kita pelajari dalam pelajaran sejarah sewaktu di
sekolah menunjukkan ada fosil-fosil yang memang setengah monyet setengah
manusia seperti gambar berikut ini?
Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
·
Manusia Piltdown: hasil rekayasa rekonstruksi yang menggabungkan
sebuah rahang kera dengan tengkorak manusia, kemudian diberi warna yang sama.
·
Manusia Jawa: para ahli modern menolak istilah ini. Mereka
meyakini bahwa yang terjadi sebenarnya hanyalah seorang manusia dan kera
ditemukan di tempat yang sama. Fosil-fosil keduanya kemudian direkonstruksi
menjadi “manusia Jawa purba” yang dipercaya menjadi mata rantai dari binatang
ke manusia.
·
Manusia Peking : alat-alat dan tulang-tulang manusia ditemukan
di dekat kera-kera yang otaknya dimakan manusia (orang di daerah tersebut
memang memiliki kebiasaan memakan otak kera).
·
Ramapithecus : sebuah rahang dan geligi-geligi yang akhirnya
dinyatakan bukan berasal dari manusia, melainkan dari orang utan.
Jadi
memang tidak ada dan tidak akan pernah ada “fosil antara” itu dan itu akan
tetap menjadi rantai yang hilang.
William Lane Craig – “... bukti
fosil berdiri begitu teguhnya melawan doktrin nenek moyang yang sama. Ketika
Darwin mengajukan teorinya, salah satu kelemahan utamanya adalah tidak adanya
bentuk organisme transisi di antara satu organisme dengan organisme lainnya. Darwin menjawab ini dengan
mengatakan bahwa binatang transisional ini ada di masa lalu dan suatu saat akan
ditemukan. Tetapi ketika para ahli paleontologis menemukan sisa fosil, mereka
tidak menemukan bentuk-bentuk transisional ini; mereka hanya menemukan lebih
banyak lagi binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda. Tentu, ada beberapa
bentuk transisional yang dicurigai, seperti Arcaeopteryx, seekor burung dengan
fitur reptilia. Tetapi jika teori neo-Darwinian itu benar, tidak akan hanya ada
beberapa missing link; tetapi, seperti yang ditekankan oleh Michael
Denton, akan ada jutaan bentuk transisional dalam catatan fosil. Pikirkan
misalnya, semua bentuk antara (intermediate) yang seharusnya ada untuk
seekor kelelawar dan seekor paus yang telah berevolusi dari nenek moyang yang
sama! Masalah itu tidak lagi dapat ditiadakan begitu saja dengan mengatakan bahwa
kita belum menggali cukup jauh. Bentuk-bentuk transisional belum ditemukan,
karena itu semua memang tidak ada. Maka, bukti yang menyangkut doktrin nenek
moyang yang sama begitu kacau. (Who Made God?, hal. 75)
Dua hal
ini menurut saya sudah cukup untuk membuktikan bahwa teori evolusi hanyalah
omong kosong dan dongeng yang dipercaya oleh banyak ilmuwan. Kesalahan terbesar
Darwin dan para evolusionis lainnya adalah terpaku pada kesamaan antara manusia
dan monyet tetapi melupakan perbedaan di antara keduanya. Memang kalau kita
hanya memperhatikan persamaannya saja maka ada banyak kesamaan antara manusia
dan binatang. Bahkan ada binatang-binatang yang terbilang cerdas apalagi kalau
dilatih secara khusus seperti dalam acara-acara sirkus. Tetapi kalau kita melihat perbedaannya maka ada lebih banyak
perbedaan antara keduanya daripada persamaannya. Karena itu secara logis tidak
bisa disimpulkan bahwa manusia berasal dari monyet hanya karena ada kemiripan
antara monyet dan manusia.
Alkitab bersaksi bahwa manusia diciptakan langsung /
segera sehingga sudah dalam rupa manusia tanpa melalui sebuah proses evolusi.
John Wesley Brill : Alkitab
menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa manusia diciptakan oleh Allah, manusia
diciptakan dalam jangka waktu yang singkat dan langsung sebagai seorang manusia
dewasa yang sempurna. (Dasar Yang
Teguh, hal. 181).
Karena itu sebagai seorang Kristen, kita seharusnya
tidak percaya dan menolak dongeng evolusi ini. Manusia adalah hasil ciptaan
Allah secara langsung dan sempurna. Kita juga tidak boleh kompromi dengan
pandangan evolusi ini seperti yang dilakukan oleh sejumlah teolog yang
mempercayai teori evolusi teistik di mana mereka berusaha menggabungkan teori
evolusi dengan Alkitab dengan mengatakan bahwa teori evolusi tidak harus bertentangan
dengan Alkitab. Mereka lalu menafsirkan ayat-ayat Alkitab dari sudut pandang
teori evolusi dan menganggap bahwa debu tanah dalam Kej 2:7 sebenarnya adalah
bahasa simbolik bagi binatang.
Kej 2:7 - ketika
itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah (binatang) dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Ini pandangan yang tidak masuk akal. Apa gerangan
yang membuat penulis kitab Kejadian mengganti sebutan tubuh binatang dengan
bahasa simbolik “debu tanah”. Selain itu kalau memang “debu tanah” di sini mau
diartikan tubuh binatang, maka mereka harus konsisten untuk menerapkan arti
demikian pada ayat-ayat yang lain. Misalnya :
Kej 3:19 - dengan
berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah (binatang), karena dari situlah (binatang) engkau
diambil; sebab engkau debu (binatang)
dan engkau akan kembali menjadi debu
(binatang)."
Pengkh 3:19-20 – (19)
Karena nasib manusia adalah
sama dengan nasib binatang,
nasib yang sama menimpa mereka
(manusia dan binatang); sebagaimana yang satu (manusia) mati, demikian juga yang lain (binatang). Kedua-duanya
(manusia dan binatang) mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan
atas binatang, karena segala
sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya
(manusia dan binatang) menuju
satu tempat; kedua-duanya (manusia dan binatang) terjadi dari
debu (binatang) dan kedua-duanya (manusia dan binatang) kembali
kepada debu (binatang).
Silahkan pikirkan apakah kalimat ini jadi masuk akal?
Kalau saudara bukan binatang, saudara akan tahu bahwa ini tidak masuk di akal.
Jadi sekali lagi, jangan percaya pada dongeng evolusi ini dan juga jangan
mengkompromikan Alkitab dengan dongeng ini. Kalau Darwin dan pengikutnya mau
percaya hal itu, biarkan saja mereka yang jadi keturunan monyet dan bukan kita.
Pada akhirnya Darwin
memang bertobat tetapi teorinya sudah terlanjur diikuti dan dipercaya oleh para
ilmuwan lain sehingga akhirnya terus dipegang hingga saat ini. Ini mengajarkan
kita untuk berhati-hati di dalam mengajar satu hal karena kalau apa yang kita
ajarkan itu salah, biar pun kita sudah bertobat/menyadari kesalahannya,
kesalahan itu bisa tetap menyebar dan dianggap sebagai kebenaran oleh orang
lain.
Penerapan lain yang bisa saya berikan adalah karena
kita tidak berasal dari binatang (monyet), maka kita tidak boleh memaki orang
lain / anak-anak kita dengan kata “binatang” atau menyebut jenis binatang
tertentu seperti babi, anjing, monyet, dll. Kecuali makian Alkitabiah terhadap
nabi-nabi palsu.
2 Pet 2:22 - Bagi
mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke
muntahnya, dan babi yang
mandi kembali lagi ke kubangannya."
Mat 7:15 - "Waspadalah
terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba,
tetapi sesungguhnya mereka adalah
serigala yang buas.
Luk 13:31-32 – (31)
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus:
"Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."
(32) Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan
menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan
selesai.
Mat 23:33 - Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan
ular beludak! Bagaimanakah
mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?
Amin
DEKODENISASI "THE DA VINCI CODE" (Part 3)
Yakub Tri Handoko, Th. M
Kanonisasi, konsili dan kitab-kitab non-kanonik
Kanonisasi, konsili dan kitab-kitab non-kanonik
Setelah
membahas kitab-kitab non-kanonik yang berhubungan dengan Maria
Magdalena, kita sekarang akan menyelidiki isu yang lebih luas, yaitu
posisi kitab-kitab non-kanonik dalam gereja abad permulaan. Brown
berpendapat bahwa sejarah berada di tangan yang memiliki kuasa (hlm.
356). Berdasarkan asumsi ini ia meyakini bahwa kanonisasi dan konsili
mulai abad ke-4 hanyalah upaya gereja untuk menindas pihak minoritas.
Gereja ingin menampilkan Yesus sebagai figur yang ilahi, karena itu
berbagai ajaran yang berbeda dengan pandangan mayoritas (ortodoks) ini
sengaja dikesampingkan, terutama pernikahan Yesus-Maria Magdalena dan
penunjukkan Maria Magdalena sebagai pemimpin gereja, seperti tercatat
dalam kitab-kitab non-kanonik.
Untuk menjawab pandangan DVC di atas, kita perlu memaparkan beberapa hal. Usaha kanonisasi pada abad ke-4 bukanlah usaha awal untuk menentukan kitab-kitab yang diterima gereja. Dari tulisan bapa-bapa gereja sebelum abad ke-4 terlihat bahwa kitab-kitab kanonik sebenarnya sudah diterima secara praktis di gereja dalam bentuk pemakaian kitab-kitab tersebut dalam pembacaan publik di ibadah. Pembacaan dalam ibadah ini berakar dari ibadah Yahudi di synagoge dan bait Allah (band. Luk 4:16-21; 1Tim 4:13). Secara khusus berkaitan dengan keempat kitab Injil, dokumen kuno sebelum abad ke-4 sudah mengakui otoritas kitab-kitab tersebut, misalnya Diatesseron. Jadi, penerimaan kitab-kitab kanonik sebagai firman Allah sudah dilakukan secara non-formal jauh sebelum gereja memegang dominasi pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinopel. Kanonisasi hanyalah keputusan resmi (formal) dan menyeluruh dari gereja-gereja yang ortodoks.
Kebutuhan gereja untuk mengetahui dengan jelas kitab apa saja yang merupakan firman Allah tidak bisa dilepaskan dari situasi gereja pada abad ke-2 dan ke-3. Mereka berada di bawah penganiayaan yang hebat. Kepemilikan kitab suci bisa menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk menangkap orang Kristen. Di tengah situasi seperti ini mereka merasa perlu mengetahui kitab-kitab mana yang benar-benar firman Allah, karena pada saat itu kitab-kitab lain juga banyak bermunculan. Mereka ingin diyakinkan bahwa mereka membayar harga mahal untuk firman Allah, bukan untuk kitab-kitab lain yang tidak berotoritas. Selain itu, keberadaan berbagai bidat pada masa itu juga mendorong gereja untuk memiliki pedoman yang jelas yang benar-benar meneruskan ajaran para rasul.
Kita juga perlu memahami bahwa pertentangan dengan ajaran yang tidak sesuai dengan ortodoksi bukan dimulai pada abad ke-4. Pada masa gereja masih menjadi minoritas pada abad ke-2 dan ke-3, bapa-bapa gereja sudah menentang ajaran yang dianggap tidak ortodoks. The Muratorian Canon (abad ke-2) secara eksplisit menyatakan tulisan-tulisan Valentinus dan Marcion harus dibuang dari gereja. Irenaeus (abad ke-2) menulis kitab Against Heresies untuk menegaskan tradisi kekristenan dan sekaligus menentang para bidat.
Hal lain yang perlu kita pahami adalah kriteria kanonisasi. Bagaimana gereja di abad ke-2 dan ke-3 memilih kitab-kitab mana yang pantas dibaca di dalam ibadah? Bagaimana konsili menentukan kitab-kitab mana yang layak dianggap sebagai kanon (pedoman)? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada tiga: (1) Kriteria tradisi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah yang berotoritas jika sejak jaman para rasul kitab itu memang sudah diterima oleh gereja mula-mula secara universal. Kriteria ini berhubungan dengan eksistensi para rasul dan gereja induk di Yerusalem sebagai alat kontrol (band. Kis 11 dan 15). Seandainya suatu kitab sejak jaman para rasul memang beredar secara luas dan dipakai dalam ibadah, maka itu berarti kitab tersebut mendapat “pengesahan” dari para rasul sebagai firman Allah. Dari kriteria ini terlihat bahwa kanonisasi justru berakar pada situasi abad pertama ketika orang Kristen masih menjadi minoritas dan dianiaya. Kriteria ini sekaligus juga menolak kitab-kitab non-kanonik yang baru ditulis mulai abad ke-2 dan ditolak oleh bapa-bapa gereja. (2) Kriteria wibawa apostolik. Allah menyatakan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Para rasul merupakan saksi mata dan penerus tradisi dari Yesus. Dua hal inilah yang turut melandasi kanonisasi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah kalau memang bersumber dari para rasul sebagai saksi mata dan penerima ajaran Yesus pertama kali. Berdasarkan kriteria ini, kitab-kitab non-kanonik dengan sendirinya tidak memenuhi syarat, karena mereka ditulis jauh setelah masa hidup para rasul. (3) Kriteria ortodoksi. Suatu kitab yang diakui dalam kanon tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan wahyu Allah sebelumnya maupun kitab yang lain, karena Allah adalah sumber pengilhaman kitab suci. Alkitab tidak mungkin mengandung kontradiksi. Pandangan DVC bahwa kitab-kitab non-kanonik ditolak gereja karena bertentangan dengan ajaran ortodoks tidak bisa dipertahankan. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa gereja seharusnya menerima kitab lain yang bertentangan sekalipun.
Sekarang mari kita membahas klaim dalam DVC bahwa doktrin keilahian Yesus baru diciptakan gereja pada abad ke-4 (Konsili Nicea) untuk mengaburkan figur Yesus yang sebenarnya hanyalah manusia biasa yang menikah, mempunyai anak dan bisa mati. Pengakuan terhadap keilahian Yesus sebenarnya sudah muncul pada abad ke-1. Dalam bagian ini saya tidak akan memberikan ayat-ayat dari kitab Injil, karena hal itu bisa dianggap tendensius dan bersifat circular reasoning (kita sedang mendiskusikan validitas catatan tentang Yesus dalam kitab-kitab Injil, tetapi kita menggunakan kitab tersebut sebagai dasar argumen). Ada beberapa teks yang signifikan. Dalam Galatia 1:11-24 (yang ditulis sekitar tahun 50-an), Paulus membuktikan bahwa Injil yang ia beritakan berakar dari ajaran yang bersumber dari Yesus sendiri melalui para rasul maupun pertemuan pribadinya dengan Tuhan di Damaskus (Kis 9). Rujukan penting lainnya ada di Filipi 2:6-11. Paulus mengutip hymne gereja mula-mula yang menyinggung keilahian Yesus (ayat 6-8) dan mengaplikasikan Yesaya 45:23 untuk Yesus. Karena ayat paling awal tentang keilahian Yesus terdapat dalam Filipi 2:9-11, ketika ia mengutip sebuah hymne. Dari pemaparan ini terlihat bahwa doktrin keilahian Yesus bukanlah ciptaan gereja abad ke-4.
Asumsi DVC bahwa doktrin keilahian Yesus sengaja diciptakan untuk menghilangkan sisi kemanusiaan Yesus juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kitab-kitab Injil mengajarkan kemanusiaan Yesus. Ia lahir dari seorang manusia, bertumbuh seperti anak-anak pada umumnya, merasakan lapar dan haus, bahkan mati. Seandainya Yesus memang menikah dan mempunyai anak, hal ini tidak akan membahayakan keilahian Yesus. Hal ini bahkan semakin memperkuat ajaran Alkitab tentang kemanusiaan Yesus.
Apakah Yesus menikah?
DVC mengajarkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Dasar yang dipakai adalah kutipan dari Injil Filipus (hlm. 246-247) dan asumsi bahwa selibat bukanlah praktek yang bernuansa Yahudi (hlm. 245). Sebagai orang Yahudi, Yesus pasti menikah. Alasan pertama tidak akan dibahas dalam bagian ini, karena telah disinggung dalam bagian sebelumnya. Bagian ini hanya akan menanggapi alasan kedua yang dipakai DVC. Kita juga akan melihat beberapa teks yang berhubungan dengan kemungkinan apakah Yesus menikah atau tidak.
Sehubungan dengan asumsi Brown tentang keharusan orang Yahudi yang saleh untuk menikah, kita perlu mengetahui bahwa pada jaman Yesus ada sekelompok orang Yahudi yang saleh yang justru tidak menikah. Mereka dikenal sebagai masyarakat Qumran dan kaum Essenes. Naskah Laut Mati dan kitab sejarah Josephus menegaskan bahwa dua kelompok tersebut menganut gaya hidup selibat. Yesus sendiri mengakui keistimewaan gaya hidup ini dalam kaitan dengan fokus untuk kerajaan Allah (Mat 19:10-12).
Catatan Alkitab yang mengajarkan bahwa Maria Magdalena ikut bepergian bersama Yesus tidak bisa dijadikan alasan kuat untuk menganggap keduanya suami-istri. Lukas 8:1-3 memang mencatat Maria Magdalena bepergian bersama Yesus, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ayat itu juga mencatat nama-nama wanita lain, yaitu Susana dan Yohana. Kalau mau konsisten, kita juga harus mengakui bahwa Yesus menganut poligami. Seandainya Maria Magdalena adalah istri yang menyertai Yesus, bukankah Lukas pasti akan menghilangkan nama-nama wanita lain dalam Lukas 8:1-3?
Sama dengan ayat di atas, Alkitab biasanya menyebut Maria Magdalena dalam hubungan dengan wanita lain: ia dan wanita-wanita lain bepergian bersama Yesus (Luk 8:1-3), menyertai Yesus ke kayu salib (Mat 27:55-56//Mar 15:40-41; Yoh 19:25) dan tetap ada di sana (Mat 27:61). Satu-satunya ayat yang menyebut Maria Magdalena muncul sendirian dengan Yesus adalah Yohanes Yohanes 20:11-18. Tindakan Maria yang memeluk Yesus dalam teks ini memang tidak wajar dalam kultur Yahudi, namun hal ini bisa dipahami sebagai spontanitas Maria sebagai luapan keterkejutan dan kegembiraan bahwa Yesus masih hidup (ia sebelumnya tidak memiliki pikiran bahwa Yesus akan bangkit kembali).
Sekarang mari kita melihat beberapa teks yang menyiratkan bahwa Yesus tidak menikah dengan Maria Magdalena. Pertama, Maria Magdalena tidak pernah dikaitkan dengan nama seorang pria. Teks yang penting adalah Matius 27:55-56, Markus 15:40-41, Lukas 8:2 dan Yohanes 19:25. Nama-nama wanita dalam teks ini muncul dalam hubungan dengan suami atau anak mereka, tetapi khusus untuk Maria Magdalena ia diterangkan dengan asal usulnya, yaitu Magdala (Magdalena). Seandainya ia sudah menikah atau memiliki anak, ia pasti akan disebut seperti wanita-wanita lain dalam teks-teks tersebut.
Kedua, 1 Korintus 9:4-6. Dalam bagian ini Paulus memberikan argumen bahwa ia sebenarnya layak untuk mendapatkan bantuan dari jemaat untuk pelayanannya. Secara khusus ia mengatakan bahwa ia memiliki hak yang sama dengan Petrus dan para rasul lain yang membawa istri mereka. Seandainya Yesus memang menikah dengan Maria Magdalena dan mereka sering bepergian bersama, maka Paulus pasti akan menyebutkan hal itu sebagai dasar argumen yang lebih kuat untuk menegaskan pendapatnya.
Ketiga, Yohanes 19:26-27. Teks ini mencatat salah satu fase hidup yang penting, yaitu penyaliban-Nya. Di dekat salib, beberapa wanita mengikuti Yesus, termasuk ibunya, Maria. Seandainya Yesus sudah menikah, kita bertanya-tanya mengapa “istri” Yesus tidak hadir pada saat yang krusial ini. Alkitab juga mencatat bahwa Yesus memperhatikan ibu dengan cara menyerahkannya dalam pemeliharaan Yohanes. Seandainya Maria Magdalena adalah istri, bukankah Yesus seharusnya lebih memperhatikan dia atau, paling tidak, memperhatikan dia dan ibunya sekaligus?
Keempat, anggota keluarga Yesus disebut beberapa kali dalam Alkitab. Ayah, ibu dan saudara-saudara-Nya muncul beberapa kali (Mat 1:18-25; Mar 6:3; Yoh 7:3). Seandainya Yesus menikah dengan Maria Magdalena, Alkitab pasti akan menyebutkan istri-Nya itu, walaupun mungkin cuma sekali. Kenyataannya, semua keluarga Yesus disebut berkali-kali dalam Alkitab, tetapi “istri”-Nya tidak pernah disebut sekalipun. Dengan demikian, tudingan Dan Brown dan “The Da Vinci Code”-nya bahwa Yesus menikah hanyalah sebuah dongeng murahan yang tidak berdasar.
Untuk menjawab pandangan DVC di atas, kita perlu memaparkan beberapa hal. Usaha kanonisasi pada abad ke-4 bukanlah usaha awal untuk menentukan kitab-kitab yang diterima gereja. Dari tulisan bapa-bapa gereja sebelum abad ke-4 terlihat bahwa kitab-kitab kanonik sebenarnya sudah diterima secara praktis di gereja dalam bentuk pemakaian kitab-kitab tersebut dalam pembacaan publik di ibadah. Pembacaan dalam ibadah ini berakar dari ibadah Yahudi di synagoge dan bait Allah (band. Luk 4:16-21; 1Tim 4:13). Secara khusus berkaitan dengan keempat kitab Injil, dokumen kuno sebelum abad ke-4 sudah mengakui otoritas kitab-kitab tersebut, misalnya Diatesseron. Jadi, penerimaan kitab-kitab kanonik sebagai firman Allah sudah dilakukan secara non-formal jauh sebelum gereja memegang dominasi pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinopel. Kanonisasi hanyalah keputusan resmi (formal) dan menyeluruh dari gereja-gereja yang ortodoks.
Kebutuhan gereja untuk mengetahui dengan jelas kitab apa saja yang merupakan firman Allah tidak bisa dilepaskan dari situasi gereja pada abad ke-2 dan ke-3. Mereka berada di bawah penganiayaan yang hebat. Kepemilikan kitab suci bisa menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk menangkap orang Kristen. Di tengah situasi seperti ini mereka merasa perlu mengetahui kitab-kitab mana yang benar-benar firman Allah, karena pada saat itu kitab-kitab lain juga banyak bermunculan. Mereka ingin diyakinkan bahwa mereka membayar harga mahal untuk firman Allah, bukan untuk kitab-kitab lain yang tidak berotoritas. Selain itu, keberadaan berbagai bidat pada masa itu juga mendorong gereja untuk memiliki pedoman yang jelas yang benar-benar meneruskan ajaran para rasul.
Kita juga perlu memahami bahwa pertentangan dengan ajaran yang tidak sesuai dengan ortodoksi bukan dimulai pada abad ke-4. Pada masa gereja masih menjadi minoritas pada abad ke-2 dan ke-3, bapa-bapa gereja sudah menentang ajaran yang dianggap tidak ortodoks. The Muratorian Canon (abad ke-2) secara eksplisit menyatakan tulisan-tulisan Valentinus dan Marcion harus dibuang dari gereja. Irenaeus (abad ke-2) menulis kitab Against Heresies untuk menegaskan tradisi kekristenan dan sekaligus menentang para bidat.
Hal lain yang perlu kita pahami adalah kriteria kanonisasi. Bagaimana gereja di abad ke-2 dan ke-3 memilih kitab-kitab mana yang pantas dibaca di dalam ibadah? Bagaimana konsili menentukan kitab-kitab mana yang layak dianggap sebagai kanon (pedoman)? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada tiga: (1) Kriteria tradisi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah yang berotoritas jika sejak jaman para rasul kitab itu memang sudah diterima oleh gereja mula-mula secara universal. Kriteria ini berhubungan dengan eksistensi para rasul dan gereja induk di Yerusalem sebagai alat kontrol (band. Kis 11 dan 15). Seandainya suatu kitab sejak jaman para rasul memang beredar secara luas dan dipakai dalam ibadah, maka itu berarti kitab tersebut mendapat “pengesahan” dari para rasul sebagai firman Allah. Dari kriteria ini terlihat bahwa kanonisasi justru berakar pada situasi abad pertama ketika orang Kristen masih menjadi minoritas dan dianiaya. Kriteria ini sekaligus juga menolak kitab-kitab non-kanonik yang baru ditulis mulai abad ke-2 dan ditolak oleh bapa-bapa gereja. (2) Kriteria wibawa apostolik. Allah menyatakan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Para rasul merupakan saksi mata dan penerus tradisi dari Yesus. Dua hal inilah yang turut melandasi kanonisasi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah kalau memang bersumber dari para rasul sebagai saksi mata dan penerima ajaran Yesus pertama kali. Berdasarkan kriteria ini, kitab-kitab non-kanonik dengan sendirinya tidak memenuhi syarat, karena mereka ditulis jauh setelah masa hidup para rasul. (3) Kriteria ortodoksi. Suatu kitab yang diakui dalam kanon tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan wahyu Allah sebelumnya maupun kitab yang lain, karena Allah adalah sumber pengilhaman kitab suci. Alkitab tidak mungkin mengandung kontradiksi. Pandangan DVC bahwa kitab-kitab non-kanonik ditolak gereja karena bertentangan dengan ajaran ortodoks tidak bisa dipertahankan. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa gereja seharusnya menerima kitab lain yang bertentangan sekalipun.
Sekarang mari kita membahas klaim dalam DVC bahwa doktrin keilahian Yesus baru diciptakan gereja pada abad ke-4 (Konsili Nicea) untuk mengaburkan figur Yesus yang sebenarnya hanyalah manusia biasa yang menikah, mempunyai anak dan bisa mati. Pengakuan terhadap keilahian Yesus sebenarnya sudah muncul pada abad ke-1. Dalam bagian ini saya tidak akan memberikan ayat-ayat dari kitab Injil, karena hal itu bisa dianggap tendensius dan bersifat circular reasoning (kita sedang mendiskusikan validitas catatan tentang Yesus dalam kitab-kitab Injil, tetapi kita menggunakan kitab tersebut sebagai dasar argumen). Ada beberapa teks yang signifikan. Dalam Galatia 1:11-24 (yang ditulis sekitar tahun 50-an), Paulus membuktikan bahwa Injil yang ia beritakan berakar dari ajaran yang bersumber dari Yesus sendiri melalui para rasul maupun pertemuan pribadinya dengan Tuhan di Damaskus (Kis 9). Rujukan penting lainnya ada di Filipi 2:6-11. Paulus mengutip hymne gereja mula-mula yang menyinggung keilahian Yesus (ayat 6-8) dan mengaplikasikan Yesaya 45:23 untuk Yesus. Karena ayat paling awal tentang keilahian Yesus terdapat dalam Filipi 2:9-11, ketika ia mengutip sebuah hymne. Dari pemaparan ini terlihat bahwa doktrin keilahian Yesus bukanlah ciptaan gereja abad ke-4.
Asumsi DVC bahwa doktrin keilahian Yesus sengaja diciptakan untuk menghilangkan sisi kemanusiaan Yesus juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kitab-kitab Injil mengajarkan kemanusiaan Yesus. Ia lahir dari seorang manusia, bertumbuh seperti anak-anak pada umumnya, merasakan lapar dan haus, bahkan mati. Seandainya Yesus memang menikah dan mempunyai anak, hal ini tidak akan membahayakan keilahian Yesus. Hal ini bahkan semakin memperkuat ajaran Alkitab tentang kemanusiaan Yesus.
Apakah Yesus menikah?
DVC mengajarkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Dasar yang dipakai adalah kutipan dari Injil Filipus (hlm. 246-247) dan asumsi bahwa selibat bukanlah praktek yang bernuansa Yahudi (hlm. 245). Sebagai orang Yahudi, Yesus pasti menikah. Alasan pertama tidak akan dibahas dalam bagian ini, karena telah disinggung dalam bagian sebelumnya. Bagian ini hanya akan menanggapi alasan kedua yang dipakai DVC. Kita juga akan melihat beberapa teks yang berhubungan dengan kemungkinan apakah Yesus menikah atau tidak.
Sehubungan dengan asumsi Brown tentang keharusan orang Yahudi yang saleh untuk menikah, kita perlu mengetahui bahwa pada jaman Yesus ada sekelompok orang Yahudi yang saleh yang justru tidak menikah. Mereka dikenal sebagai masyarakat Qumran dan kaum Essenes. Naskah Laut Mati dan kitab sejarah Josephus menegaskan bahwa dua kelompok tersebut menganut gaya hidup selibat. Yesus sendiri mengakui keistimewaan gaya hidup ini dalam kaitan dengan fokus untuk kerajaan Allah (Mat 19:10-12).
Catatan Alkitab yang mengajarkan bahwa Maria Magdalena ikut bepergian bersama Yesus tidak bisa dijadikan alasan kuat untuk menganggap keduanya suami-istri. Lukas 8:1-3 memang mencatat Maria Magdalena bepergian bersama Yesus, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ayat itu juga mencatat nama-nama wanita lain, yaitu Susana dan Yohana. Kalau mau konsisten, kita juga harus mengakui bahwa Yesus menganut poligami. Seandainya Maria Magdalena adalah istri yang menyertai Yesus, bukankah Lukas pasti akan menghilangkan nama-nama wanita lain dalam Lukas 8:1-3?
Sama dengan ayat di atas, Alkitab biasanya menyebut Maria Magdalena dalam hubungan dengan wanita lain: ia dan wanita-wanita lain bepergian bersama Yesus (Luk 8:1-3), menyertai Yesus ke kayu salib (Mat 27:55-56//Mar 15:40-41; Yoh 19:25) dan tetap ada di sana (Mat 27:61). Satu-satunya ayat yang menyebut Maria Magdalena muncul sendirian dengan Yesus adalah Yohanes Yohanes 20:11-18. Tindakan Maria yang memeluk Yesus dalam teks ini memang tidak wajar dalam kultur Yahudi, namun hal ini bisa dipahami sebagai spontanitas Maria sebagai luapan keterkejutan dan kegembiraan bahwa Yesus masih hidup (ia sebelumnya tidak memiliki pikiran bahwa Yesus akan bangkit kembali).
Sekarang mari kita melihat beberapa teks yang menyiratkan bahwa Yesus tidak menikah dengan Maria Magdalena. Pertama, Maria Magdalena tidak pernah dikaitkan dengan nama seorang pria. Teks yang penting adalah Matius 27:55-56, Markus 15:40-41, Lukas 8:2 dan Yohanes 19:25. Nama-nama wanita dalam teks ini muncul dalam hubungan dengan suami atau anak mereka, tetapi khusus untuk Maria Magdalena ia diterangkan dengan asal usulnya, yaitu Magdala (Magdalena). Seandainya ia sudah menikah atau memiliki anak, ia pasti akan disebut seperti wanita-wanita lain dalam teks-teks tersebut.
Kedua, 1 Korintus 9:4-6. Dalam bagian ini Paulus memberikan argumen bahwa ia sebenarnya layak untuk mendapatkan bantuan dari jemaat untuk pelayanannya. Secara khusus ia mengatakan bahwa ia memiliki hak yang sama dengan Petrus dan para rasul lain yang membawa istri mereka. Seandainya Yesus memang menikah dengan Maria Magdalena dan mereka sering bepergian bersama, maka Paulus pasti akan menyebutkan hal itu sebagai dasar argumen yang lebih kuat untuk menegaskan pendapatnya.
Ketiga, Yohanes 19:26-27. Teks ini mencatat salah satu fase hidup yang penting, yaitu penyaliban-Nya. Di dekat salib, beberapa wanita mengikuti Yesus, termasuk ibunya, Maria. Seandainya Yesus sudah menikah, kita bertanya-tanya mengapa “istri” Yesus tidak hadir pada saat yang krusial ini. Alkitab juga mencatat bahwa Yesus memperhatikan ibu dengan cara menyerahkannya dalam pemeliharaan Yohanes. Seandainya Maria Magdalena adalah istri, bukankah Yesus seharusnya lebih memperhatikan dia atau, paling tidak, memperhatikan dia dan ibunya sekaligus?
Keempat, anggota keluarga Yesus disebut beberapa kali dalam Alkitab. Ayah, ibu dan saudara-saudara-Nya muncul beberapa kali (Mat 1:18-25; Mar 6:3; Yoh 7:3). Seandainya Yesus menikah dengan Maria Magdalena, Alkitab pasti akan menyebutkan istri-Nya itu, walaupun mungkin cuma sekali. Kenyataannya, semua keluarga Yesus disebut berkali-kali dalam Alkitab, tetapi “istri”-Nya tidak pernah disebut sekalipun. Dengan demikian, tudingan Dan Brown dan “The Da Vinci Code”-nya bahwa Yesus menikah hanyalah sebuah dongeng murahan yang tidak berdasar.
Langganan:
Postingan (Atom)