Pdt. Stephen Tong pernah berkata : “Nilai terbesar di dalam kebudayaan manusia
adalah manusia itu sendiri. Potensi terbesar di dalam sejarah manusia adalah
manusia itu sendiri. Bahaya terbesar di dalam masyarakat adalah manusia itu
sendiri. Bukankah manusia telah menjadi sasaran kasih yang paling mempesona
manusia yang lain? Manusia, siapakah manusia itu?” (Peta dan Teladan Allah, hal. vii). Ya! Siapakah
manusia itu? Ini adalah salah satu pertanyaan yang paling penting di dalam
dunia ini. Pertanyaan ini bukan saja penting tetapi juga klasik sekaligus “up to date”.
Anthony Hoekema – Manusia menjadi salah
satu problem paling krusial pada zaman kita. Para
filsuf bergumul dengannya, para sosiolog mencoba untuk menjawabnya, para
psikolog dan psikiater tengah menghadapinya, pakar etika dan aktivis sosial
mencoba untuk memecahkannya. Bahkan para penulis novel dan dramawan juga
melibatkan diri dalam pertanyaan ini…Hampir setiap novel atau drama kontemporer
bergumul dengan pertanyaan, “Apakah manusia itu?” (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 2-3).
Secara historis, orang mulai berpikir tentang
manusia sudah dari zaman yang sangat lama. Protagoaras (480-411 SM), Socrates
(469-399 SM), Aristoteles (384-322 SM), Mencius (371-288 SM), filsafat Tiongkok
kuno maupun filsafat India
kuno telah membicarakan juga tentang manusia. Dan menjawab pertanyaan ini tidak
mudah. Mengapa? Dari sisi pertanyaan itu saja, karena subyek dan obyek dari
pertanyaan ini adalah satu/sama yakni “MANUSIA”. Siapa yang bertanya? Manusia! Kepada
siapa ditanyakan? Manusia! Tanya tentang apa? Manusia! Pertanyaan ini mirip
dengan pertanyaan “Siapakah aku ini?” Dalam
pertanyaan ini subyek dan obyek satu yakni “AKU”. Siapa yang bertanya? “AKU!” Kepada
siapa ditanyakan? “AKU!” Tanya tentang apa? “AKU!” Jadi subyek dan obyeknya
sama. Yang bertanya adalah yang ditanya. Yang mencari tahu adalah yang
dicaritahu. Yang ingin mengetahui adalah yang ingin diketahui.
Stephen Tong – Bukankah suatu hal yang
lucu jika siapakah manusia itu ditanyakan kepada manusia dan dijawab oleh
manusia sendiri? (Peta dan Teladan
Allah, hal.
vii).
Pertanyaannya adalah bagaimana manusia bisa bertanya
“Siapakah manusia itu?” Jawabannya
adalah karena manusia adalah makluk yang bertanya. Manusia bertanya tentang
segala sesuatu di luar/di sekeliling dirinya (Biologi, Fisika, Kimia, dll). Selanjutnya manusia bertanya segala sesuatu di dalam dirinya (Antropologi,
Psikologi). Dan
akhirnya manusia bertanya tentang segala sesuatu di atas dirinya (Teologi).
Note : Itu berarti bahwa
teologia tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan semua ilmu yang lain
karena semua ilmu yang lain hanya membahas tentang apa yang ada DI
SEKELILING DAN DI DALAM manusia tetapi teologia membahas tentang apa yang ada
DI ATAS manusia. Benarlah yang dikatakan orang bahwa teologia adalah “The Queen or the King of Science”. (Ratu/Raja
dari semua ilmu pengetahuan). Karena itu :
·
Yang belajar biologi, fisika, kimia jangan sombong dan menganggap remeh
orang yang belajar teologia. (Pada sekolah SMA zaman dulu para siswa yang duduk
di kelas A1 dan A2 menganggap remeh A3 dan A4. Itu salah!).
·
Orang yang belajar teologia tidak boleh minder terhadap orang-orang yang
belajar disiplin ilmu yang lain.
·
Kalau saudara sudah pakar di dalam ilmu yang lain, jangan cepat puas.
Carilah/belajarlah teologia karena ini adalah “The Queen or the King of Science”. (Belajar teologia tidak berarti
harus sekolah teologia. Saudara bisa belajar teologia di gereja lewat
khotbah-khotbah dan PA).
·
Kalau mau mempersembahkan anak untuk Tuhan (sekolah teologia), berilah
yang paling pintar karena dia akan menggeluti cabang ilmu yang paling tinggi.
Jangan berikan yang pintar-pintar untuk ilmu yang lain dan yang paling bodoh
untuk teologia.
Lalu bagaimana kita menjawab pertanyaan “Siapakah manusia itu?” Dapatkah manusia
menjawab pertanyaan “Siapakah manusia
itu?” atau “Siapakah aku ini?” Di
balik pertanyaan “siapakah aku ini?”
muncul banyak pertanyaan : Siapakah yang bertanya? (“AKU”). Mengapa “AKU”
bertanya? (Karena “AKU” mau mencari tahu). Mengapa “AKU” mencari tahu? (Karena
“AKU” tidak tahu). Tetapi “AKU” bertanya pada siapa?” Atau
kepada siapa “AKU”
mencari tahu? (Kepada “AKU” sendiri). Tapi bukankah “AKU” tidak tahu dan
sementara mencari tahu? Bagaimnana “AKU” bisa memberi tahu? Kalau “AKU” sudah
tahu seharusnya tak perlu mencari tahu lagi. Tapi kalau “AKU” tidak tahu juga,
lalu untuk apa mencari tahu pada yang tidak tahu? Jadi “AKU” yang tidak tahu ternyata
telah bertanya kepada “AKU” sendiri yang tidak tahu. Lalu bagaimana bisa tahu? Tidak
mungkin! Di sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya manusia dari dirinya
sendiri tidak bisa menjawab dengan tuntas siapa dirinya sendiri. Kalau begitu
jawaban atas pertanyaan tsb tidak boleh datang dari diri manusia itu sendiri
tetapi dari luar/dari atas manusia sendiri yakni dari Tuhan Allah dalam hal ini
adalah firman-Nya. Jadi firman Allahlah yang dapat memberikan jawaban tuntas
kepada manusia tentang siapa dirinya.
Kalau kita memeriksa Firman Tuhan, maka Firman Tuhan
memberitahukan dengan jelas kepada kita bahwa sesungguhnya manusia itu adalah
ciptaan Allah. (Man is the Creation of
God).
Kej 1:1, 27 – (1)
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi…(27) Maka Allah menciptakan manusia itu…"
Jadi manusia tidak berada dengan sendirinya. Dia
dicipta oleh Allah / diadakan oleh Allah. Kalau memang manusia diciptakan oleh
Allah maka ada saat di mana manusia tidak ada dan baru memperoleh keberadaannya
pada suatu saat. Itu berarti bahwa manusia membutuhkan Allah untuk menjadi ada.
Tanpa Allah manusia tidak pernah berada atau tidak pernah jadi ada.
Selanjutnya, setelah dicipta, apakah manusia bisa terlepas dari Allah? Tidak!
Kis 17:25,28 – (25)
“…Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
(28) Sebab di dalam Dia
kita hidup, kita bergerak, kita ada…”
Ayub 12:9-10 – (9)
Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan
itu (10) bahwa di dalam
tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa setelah dicipta
manusia terus bergantung pada Allah. Manusia tidak pernah menjadi otonom /
independen di dalam keberadaannya.
Anthony Hoekema – “…kita berhutang kepada
Allah atas setiap nafas kita, kita bereksistensi hanya di dalam Dia, di dalam
setiap gerakan yang kita lakukan, kita bergantung kepada-Nya. Kita tidak akan
mampu mengangkat satu jari pun di luar kehendak Allah. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 8).
Inilah natur manusia! Manusia adalah ciptaan yang
bergantung mutlak kepada Allah. Maksudnya adalah manusia bergantung kepada
Allah supaya berada dan terus bergantung kepada Allah supaya tetap berada.
Seorang anak yang lahir, seluruh hidupnya bergantung pada orang tuanya, tetapi
ada saat di mana ia menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang tuanya lagi
yakni pada saat dia sudah dewasa. Tetapi manusia tidak demikian. Keberadaannya
berasal dari Allah dan keberlangsungan keberadaannya juga terus bergantung pada
Allah. Tidak saat di mana manusia tidak bergantung pada Allah. Paulus berkata
dalam Kis 17:28 : “Sebab di dalam Dia
kita hidup, kita bergerak, kita ada…”. Ini sama dengan ikan di dalam laut
yang keberadaannya sangat bergantung pada air laut. Sesaat saja keluar dari
air, ia akan mati. Inilah konsekuensi dari status kita sebagai ciptaan. Dan
biarlah kita selalu mengingat ini. Sehebat apa pun kita, sepintar apa pun kita,
sekaya apa pun kita, kita adalah ciptaan yang sangat bergantung pada Allah.
Jangan menjadi sombong dan lupa diri karena kita tidak akan bisa menggerakkan 1
jari pun tanpa Dia. Juga jangan suka protes pada Allah karena kita hanya
ciptaan yang bergantung pada Dia seperti yang dilakukan oleh Yunus.
Yun 4:4,9 – (4)
Tetapi firman TUHAN: "Layakkah
engkau marah?" (9) Tetapi
berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah
sampai mati."
Bandingkan :
Rom 9:20 - Siapakah
kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?
Banyak kali kita protes kepada Allah dan menunjukkan
ketidakpuasan kita terhadap keberadaan kita seperti (miskin, tidak pintar,
tidak ganteng/cantik, warna kulit, dsb), tetap ingatlah bahwa kalau kita bisa
ada saja itu sudah anugerah Tuhan yang besar. Tidak usah protes kepada Tuhan!
Kita sudah melihat bahwa manusia adalah ciptaan
Allah tetapi bagaimana ia diciptakan? Itulah yang akan kita pelajari dengan
lebih mendalam :
I.
MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN / MELALUI PERUNDINGAN ILAHI.
Ada satu hal yang menyolok sewaktu manusia diciptakan oleh
Allah yakni penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada diri Allah yang
muncul dalam Kej 1:26.
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk jamak ini menarik mengingat bahwa
Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu esa/satu.
Ul 6:4 - Dengarlah,
hai orang Israel:
TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raj 8:60 - supaya
segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHANlah
Allah, dan tidak ada yang lain
Nah, jika Allah itu esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan
manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut
gambar dan rupa Ku…”
tetapi yang nampak dalam Kej 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata
bentuk jamak “Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam ayat 26 ini?
Sepanjang sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan jamak kehormatan
ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa
mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk
tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena
dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia
tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak.
Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diijinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa
agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang
disebut sebagai majestic pluralism. (Peta
& Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kej
1:26 hanyalah sekedar sapaan penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius
orang Timur Tengah. Tetapi ada 2 keberatan terhadap pandangan ini :
·
Jika tradisi ini benar
sekalipun, itu harus tetap ditolak dalam kaitan dengan Kej 1:26 karena tradisi
itu merupakan cara panggilan manusia kepada Allah sedangkan Kej 1:26 mengatakan
bahwa Allahlah yang berbicara bukan manusia yang berbicara tentang Allah.
Kej 1:26 - Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
·
Selain itu kata ganti
“Kita” ini juga muncul dalam Kej 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin
diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kej 3:22 - Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah
menjadi seperti salah satu dari Kita,
….”
Dengan demikian pandangan tentang jamak kehormatan ini
mesti ditolak.
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui bahwa memang dalam ayat tersebut
Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia kepada Allah. Tetapi mereka lalu
menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh Allah sendiri menunjukkan bahwa
Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri. Tetapi Louis Berkhof menganggap
bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di akal.
Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk
jamak kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi
Ssistematika – Doktrin Manusia, hal.
6)
- Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah sementara mengajak
malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia. Keberatan untuk pandangan
ini adalah :
·
Di seluruh Alkitab
tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
·
Kalau ditafsirkan
demikian maka berarti manusia juga dicipta dengan gambar dan rupa malaikat. Ini
jelas ajaran yang tidak Alkitabiah.
·
Jikalau malaikat juga
mencipta manusia maka kedudukan malaikat akan menjadi setara dengan Allah dan
berhak atas penyembahan manusia. Padahal hal itu jelas dilarang dalam Alkitab!
·
Perhatikan baik-baik :
Kej 1:26-27 – (26)
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…"
(27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki
dan perempuan diciptakan-Nya
mereka.
Jelas bahwa
kata ‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa semua penafsiran itu tidak masuk akal.
Jika demikian siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kej 1:26 itu? Saya
percaya ini menunjuk pada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang
memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong – “…mengapa Allah
menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal.
Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus,
menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga
Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung
sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik karena di dalam penciptaan yang lain,
hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi sewaktu
menciptakan manusia tidak demikian formulanya melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kej
1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk menciptakan manusia,
terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau “rapat” ilahi di
antara oknum-oknum Tritunggal.
R.
Soedarmo - Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya
berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan
menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar
Dogmatika, hal. 139).
Budi
Asali - Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kej 1:26-27).
Ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam
Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia lakukan sebelumnya, pada waktu Ia
menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi
Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen Tong – Sebelum Allah
Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah
berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini
menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini
mengindikasikan bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena
ungkapan ini tidak dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus
diperhatikan bahwa ada sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan
manusia...." Hal ini sekali lagi menunjukkan keunikan dalam penciptaan
manusia. Perencanaan ilahi seperti ini tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan
lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 16-17).
Jika Allah saja begitu menghargai manusia dan
menganggapnya begitu istimewa, maka sudah seharusnya manusia sendiri memandang
manusia itu sebagai sesuatu yang berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
- Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang manusia harus belajar untuk menilai
dirinya sebagaimana Allah menilainya dan jikalau Allah sangat menghargai dan
menganggap seorang manusia begitu istimewa maka seorang manusia harus juga
melihat dirinya demikian adanya. Karena itu janganlah kita menjadi orang yang
rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah
diri hanya karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya
karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak
tidak sepintar orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak
orang lain. Janganlah kita menjadi
orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah
diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya
karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri
sebagaimana Allah menghargainya.
- Manusia harus menghargai orang lain.
Karena orang lain juga adalah manusia seperti kita
maka kita juga harus belajar untuk menghargai orang lain sebagaimana Allah juga
menghargai mereka. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan
mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena wajah mereka
tidak secantik dan setampan kita, kulit mereka tidak seterang kita, rambut mereka
tidak selurus kita dan lain sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang
berkomentar tentang seseorang. Ia berkata : “Bayangkan
sudah hitam, kriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang
hitam dan kriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang
lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena
otak mereka tidak sepintar kita, uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka
tidak setenar nama kita, lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka
tidak sebaik kita, dan lain sebagainya. Ingat, anda adalah makhluk yang
istimewa dan berharga di mata Tuhan, demikian juga sesama manusia anda.
Hargailah dirimu dan orang lain juga!
II. MANUSIA
DICIPTAKAN SECARA LANGSUNG DAN SEGERA.
Fakta lain tentang penciptaan manusia adalah bahwa ia
dicipta secara langsung dan segera.
Kej 1:27 - Maka
Allah menciptakan manusia itu….”
Maksudnya adalah bahwa pada saat Allah mencipta
manusia, Ia telah mencipta manusia sebagai manusia sehingga hasil dari ciptaan
itu benar-benar adalah manusia. Allah tidak menciptakan suatu makhluk yang lain
yang nantinya akan berubah / berproses menjadi manusia seperti kepompong yang
lalu berubah menjadi kupu-kupu. Tidak sama sekali! Ia menciptakannya langsung
dan segera menjadi manusia. Semua ini jelas bertentangan dengan apa yang
diajarkan teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada
tahun 1859. Memang, teori evolusi bukan berasal
dari Darwin,
konsepnya dapat ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada
juga beberapa pendahulu Darwin
pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku
Darwinlah yang menjadi dasar dari pemikiran evolusi modern.
Ada pandangan yang berfariasi seputar teori
evolusi ini tetapi secara umum teori ini mengatakan bahwa semua makhluk
hidup itu adalah hasil evolusi dari bentuk yang paling sederhana. Dulunya,
terjadi secara kebetulan, ‘bahan-bahan’ mati bercampur dan berubah menjadi
makhluk bersel satu lalu berubah lagi menjadi makhluk lain yang lebih kompleks.
Yakub Tri
Handoko – “... teori evolusi
bisa dipahami sebagai pandangan yang menyatakan bahwa manusia berasal dari
suatu proses evolusi yang panjang, dimulai dari zat yang paling sederhana
sampai terbentuknya makhluk yang sangat kompleks yang disebut “manusia”.
Keberadaan zat hidup pertama ini biasanya dipahami sebagai hasil dari sebuah
peristiwa alam yang kebetulan dan tiba-tiba. Proses yang diperlukan untuk
evolusi ini bisa memakan waktu berjuta-juta tahun. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan
Manusia dan Teori Evolusi).
Sederhananya
begini, mula-mula secara kebetulan ada satu makhluk bersel satu yang setelah
berjuta-juta tahun berkembang menjadi sejenis ikan, lalu setelah jutaan tahun
lagi ikan ini berkembang menjadi amfibi, lalu jutaan tahun kemudian amfibi ini
berkembang menjadi reptilia, lalu jutaan tahun lagi reptilia ini berkembang
menjadi mamalia dan burung dan pada akhirnya beberapa mamalia (seperti monyet)
berkembang menjadi manusia. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi
manusia seperti sekarang ini. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi manusia seperti sekarang ini, dapat digambarkan sebagai berikut :
Kira-kira demikianlah pandangan teori evolusi secara sederhana.
Kira-kira demikianlah pandangan teori evolusi secara sederhana.
Lalu
bagaimana kita menjawab hal ini? Sesungguhnya ada banyak jawaban bisa diberikan
terhadap teori ini berkaitan dengan mutasi genetik, hukum kedua
termodinamika/entropi maupun penemuan biokimia modern yang berhubungan dengan
DNA / RNA tetapi semua penjelasan ini akan menyulitkan kita memahaminya jika
kita tidak mempunyai pengetahuan dasar tentang bidang-bidang itu. Jadi saya
hanya akan paparkan 2 bantahan saja dan menurut saya itu sudah cukup untuk menunjukan
kemustahilan dan ketidaklogisan teori evolusi ini.
- Teori ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan dimulai dari suatu makhluk bersel satu yang kemudian berevolusi selama jutaan tahun menjadi makhluk hidup yang lain.
Pertanyaan saya adalah darimana makhluk bersel satu
ini berasal / ada? Sebagaimana sudah disebutkan di atas, para penganut teori
evolusi mengatakan bahwa makhluk bersel satu ini ada secara kebetulan sebagai
hasil bercampurnya ‘bahan-bahan’ mati. Pertanyaan kita selanjutnya adalah
bagaimana mungkin bahan-bahan mati yang bercampur itu bisa secara otomatis
menghasilkan suatu kehidupan dengan sendirinya? Itu mustahil! Cobalah anda
mencampur sejumlah benda mati, apakah bisa menghasilkan suatu makhluk hidup?
Mereka juga mengatakan bahwa petir yang menyambar menghasilkan suatu zat yang
namanya asam amino, dan asam amino ini adalah unsur dasar dari sel. Tetapi
persoalannya adalah bagaimana bisa suatu zat yang mati seperti asam amino
tahu-tahu bisa berubah menjadi suatu sel yang hidup? Secara logis tidak bisa
diterima kalau sesuatu benda (mati atau hidup) bisa ada secara kebetulan.
Seandainya anda pergi ke hutan dan di sana
anda menemukan secangkir kopi dalam gelas, apakah anda akan mengambil
kesimpulan bahwa gelas dan kopinya itu ada dengan sendirinya atau ada secara kebetulan?
Tidak mungkin! Logika kita akan mengharuskan penyebab dari hal itu. Dengan
demikian teori bahwa ada satu makhluk bersel satu yang muncul secara kebetulan
sebagaimana yang dikatakan para evolusionis adalah omong kosong yang tidak
masuk akal. Di sini paham evolusi ini tidak cocok disebut sebagai teori
melainkan dongeng.
- Perhatikan bahwa teori evolusi ini mengatakan bahwa suatu species tertentu mengalami perkembangan / evolusi menjadi species yang lain dalam kurun waktu jutaan tahun.
Pertanyaan
kita adalah apakah selama jutaan tahun itu ada species yang mati atau tidak?
Pasti ada bukan? Jikalau begitu tentu harus ada species yang mati selama proses
evolusi itu belum maksimal dalam rupa species yang benar-benar baru bukan? Kalau
ya, mengapa tidak ada 1 fosil pun yang ditemukan hingga saat ini yang menunjuk
pada bentuk antara di antara 2 species berbeda. Sederhananya begini. Dikatakan
bahwa ikan berevolusi selama jutaan tahun untuk menjadi seekor buaya.
Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu? Mengapa tidak ada fosil-fosil species "setengah jadi" seperti gambar berikut?
Jikalau manusia yang ada sekarang adalah hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo Saphiens adalah jutaan tahun?
Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu? Mengapa tidak ada fosil-fosil species "setengah jadi" seperti gambar berikut?
Jikalau manusia yang ada sekarang adalah hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo Saphiens adalah jutaan tahun?
Yakub Tri
Handoko – Sejak pandangan
evolusi bergulir para ahli semakin giat mencari berbagai fosil dengan harapan
menemukan “mata rantai yang hilang” yang bisa menjelaskan transisi dari
binatang ke manusia atau dari suatu tahapan evolusi ke tahapan yang lain.
Setelah berjalan puluhan dekade, mata rantai yang hilang itu tidak pernah
ditemukan. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi)
Tetapi
mungkin saudara berpikir bahwa bukankah gambar-gambar yang beredar maupun
film-film yang ada menunjukkan “bentuk antara” antara monyet dan manusia? Dan
juga bahwa beberapa fosil yang kita pelajari dalam pelajaran sejarah sewaktu di
sekolah menunjukkan ada fosil-fosil yang memang setengah monyet setengah
manusia seperti gambar berikut ini?
Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
·
Manusia Piltdown: hasil rekayasa rekonstruksi yang menggabungkan
sebuah rahang kera dengan tengkorak manusia, kemudian diberi warna yang sama.
·
Manusia Jawa: para ahli modern menolak istilah ini. Mereka
meyakini bahwa yang terjadi sebenarnya hanyalah seorang manusia dan kera
ditemukan di tempat yang sama. Fosil-fosil keduanya kemudian direkonstruksi
menjadi “manusia Jawa purba” yang dipercaya menjadi mata rantai dari binatang
ke manusia.
·
Manusia Peking : alat-alat dan tulang-tulang manusia ditemukan
di dekat kera-kera yang otaknya dimakan manusia (orang di daerah tersebut
memang memiliki kebiasaan memakan otak kera).
·
Ramapithecus : sebuah rahang dan geligi-geligi yang akhirnya
dinyatakan bukan berasal dari manusia, melainkan dari orang utan.
Jadi
memang tidak ada dan tidak akan pernah ada “fosil antara” itu dan itu akan
tetap menjadi rantai yang hilang.
William Lane Craig – “... bukti
fosil berdiri begitu teguhnya melawan doktrin nenek moyang yang sama. Ketika
Darwin mengajukan teorinya, salah satu kelemahan utamanya adalah tidak adanya
bentuk organisme transisi di antara satu organisme dengan organisme lainnya. Darwin menjawab ini dengan
mengatakan bahwa binatang transisional ini ada di masa lalu dan suatu saat akan
ditemukan. Tetapi ketika para ahli paleontologis menemukan sisa fosil, mereka
tidak menemukan bentuk-bentuk transisional ini; mereka hanya menemukan lebih
banyak lagi binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda. Tentu, ada beberapa
bentuk transisional yang dicurigai, seperti Arcaeopteryx, seekor burung dengan
fitur reptilia. Tetapi jika teori neo-Darwinian itu benar, tidak akan hanya ada
beberapa missing link; tetapi, seperti yang ditekankan oleh Michael
Denton, akan ada jutaan bentuk transisional dalam catatan fosil. Pikirkan
misalnya, semua bentuk antara (intermediate) yang seharusnya ada untuk
seekor kelelawar dan seekor paus yang telah berevolusi dari nenek moyang yang
sama! Masalah itu tidak lagi dapat ditiadakan begitu saja dengan mengatakan bahwa
kita belum menggali cukup jauh. Bentuk-bentuk transisional belum ditemukan,
karena itu semua memang tidak ada. Maka, bukti yang menyangkut doktrin nenek
moyang yang sama begitu kacau. (Who Made God?, hal. 75)
Dua hal
ini menurut saya sudah cukup untuk membuktikan bahwa teori evolusi hanyalah
omong kosong dan dongeng yang dipercaya oleh banyak ilmuwan. Kesalahan terbesar
Darwin dan para evolusionis lainnya adalah terpaku pada kesamaan antara manusia
dan monyet tetapi melupakan perbedaan di antara keduanya. Memang kalau kita
hanya memperhatikan persamaannya saja maka ada banyak kesamaan antara manusia
dan binatang. Bahkan ada binatang-binatang yang terbilang cerdas apalagi kalau
dilatih secara khusus seperti dalam acara-acara sirkus. Tetapi kalau kita melihat perbedaannya maka ada lebih banyak
perbedaan antara keduanya daripada persamaannya. Karena itu secara logis tidak
bisa disimpulkan bahwa manusia berasal dari monyet hanya karena ada kemiripan
antara monyet dan manusia.
Alkitab bersaksi bahwa manusia diciptakan langsung /
segera sehingga sudah dalam rupa manusia tanpa melalui sebuah proses evolusi.
John Wesley Brill : Alkitab
menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa manusia diciptakan oleh Allah, manusia
diciptakan dalam jangka waktu yang singkat dan langsung sebagai seorang manusia
dewasa yang sempurna. (Dasar Yang
Teguh, hal. 181).
Karena itu sebagai seorang Kristen, kita seharusnya
tidak percaya dan menolak dongeng evolusi ini. Manusia adalah hasil ciptaan
Allah secara langsung dan sempurna. Kita juga tidak boleh kompromi dengan
pandangan evolusi ini seperti yang dilakukan oleh sejumlah teolog yang
mempercayai teori evolusi teistik di mana mereka berusaha menggabungkan teori
evolusi dengan Alkitab dengan mengatakan bahwa teori evolusi tidak harus bertentangan
dengan Alkitab. Mereka lalu menafsirkan ayat-ayat Alkitab dari sudut pandang
teori evolusi dan menganggap bahwa debu tanah dalam Kej 2:7 sebenarnya adalah
bahasa simbolik bagi binatang.
Kej 2:7 - ketika
itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah (binatang) dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Ini pandangan yang tidak masuk akal. Apa gerangan
yang membuat penulis kitab Kejadian mengganti sebutan tubuh binatang dengan
bahasa simbolik “debu tanah”. Selain itu kalau memang “debu tanah” di sini mau
diartikan tubuh binatang, maka mereka harus konsisten untuk menerapkan arti
demikian pada ayat-ayat yang lain. Misalnya :
Kej 3:19 - dengan
berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah (binatang), karena dari situlah (binatang) engkau
diambil; sebab engkau debu (binatang)
dan engkau akan kembali menjadi debu
(binatang)."
Pengkh 3:19-20 – (19)
Karena nasib manusia adalah
sama dengan nasib binatang,
nasib yang sama menimpa mereka
(manusia dan binatang); sebagaimana yang satu (manusia) mati, demikian juga yang lain (binatang). Kedua-duanya
(manusia dan binatang) mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan
atas binatang, karena segala
sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya
(manusia dan binatang) menuju
satu tempat; kedua-duanya (manusia dan binatang) terjadi dari
debu (binatang) dan kedua-duanya (manusia dan binatang) kembali
kepada debu (binatang).
Silahkan pikirkan apakah kalimat ini jadi masuk akal?
Kalau saudara bukan binatang, saudara akan tahu bahwa ini tidak masuk di akal.
Jadi sekali lagi, jangan percaya pada dongeng evolusi ini dan juga jangan
mengkompromikan Alkitab dengan dongeng ini. Kalau Darwin dan pengikutnya mau
percaya hal itu, biarkan saja mereka yang jadi keturunan monyet dan bukan kita.
Pada akhirnya Darwin
memang bertobat tetapi teorinya sudah terlanjur diikuti dan dipercaya oleh para
ilmuwan lain sehingga akhirnya terus dipegang hingga saat ini. Ini mengajarkan
kita untuk berhati-hati di dalam mengajar satu hal karena kalau apa yang kita
ajarkan itu salah, biar pun kita sudah bertobat/menyadari kesalahannya,
kesalahan itu bisa tetap menyebar dan dianggap sebagai kebenaran oleh orang
lain.
Penerapan lain yang bisa saya berikan adalah karena
kita tidak berasal dari binatang (monyet), maka kita tidak boleh memaki orang
lain / anak-anak kita dengan kata “binatang” atau menyebut jenis binatang
tertentu seperti babi, anjing, monyet, dll. Kecuali makian Alkitabiah terhadap
nabi-nabi palsu.
2 Pet 2:22 - Bagi
mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke
muntahnya, dan babi yang
mandi kembali lagi ke kubangannya."
Mat 7:15 - "Waspadalah
terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba,
tetapi sesungguhnya mereka adalah
serigala yang buas.
Luk 13:31-32 – (31)
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus:
"Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."
(32) Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan
menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan
selesai.
Mat 23:33 - Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan
ular beludak! Bagaimanakah
mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar