Kamis, 12 Juni 2014

Rencana Tuhan Tak Pernah Gagal

Bangsa Yehuda dan Yerusalem telah gagal memenuhi harapan TUHAN, padahal mereka telah dipilih Allah untuk menjadi umat TUHAN. Kegagalan mereka tidak menggagalkan rencana TUHAN atas umat-Nya.
Kita ketahui bersama bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan TUHAN untuk memasyhurkan nama-Nya ke semua bangsa di muka bumi. Sebagai umat TUHAN, sepatutnya bangsa Israel menyatakan kehidupan yang sesuai dengan panggilan TUHAN kepada mereka. Umat TUHAN seharusnya setia kepada TUHAN serta menyatakan keadilan dan kebenaran, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Pemimpin bangsa ini telah gagal, baik dari segi kebenaran maupun keadilan karena mereka tidak setia kepada TUHAN. Kejadian seperti ini membuat TUHAN bertindak untuk memurnikan mereka. Didikan TUHAN merupakan didikan yang keras kepada para pemimpin bangsa. Namun, ada dua hal yang sangat indah, yaitu: Pertama, TUHAN tidak membuang umat pilihan-Nya. Kedua, Ia akan menggenapi janji-Nya bahwa dari Yerusalem akan keluar pengajaran serta pelbagai bangsa dan suku bangsa akan datang berduyun-duyun ke Yerusalem untuk mendapatkan pengajaran firman TUHAN. Dengan memandang kesetiaan TUHAN atas umat-Nya dan atas janji-Nya, TUHAN mengajak umat-Nya untuk hidup di dalam terang TUHAN.
Orang Kristen adalah orang yang dipilih TUHAN. Kita dipanggil bukan hanya untuk menikmati hak istimewa sebagai anak-anak Allah, tetapi juga untuk memasyhurkan nama TUHAN di muka bumi. Walaupun kegagalan adalah bagian dari kehidupan kita, pesan firman TUHAN hari ini adalah bahwa TUHAN tidak pernah gagal dalam menggenapi rencana-Nya. Jadi, jangan menyerah, tetapi tetaplah tekun mengikut TUHAN. [RAAL]
Yesaya 2:5
"Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN!"

Penguasaan Diri

Tandan buah Roh terakhir, yang menutup semuanya adalah penguasaan diri. Dari buah yang dikerjakan oleh Roh Kudus, penguasaan diri adalah bungkus dari keseluruhan buah yang ada. Tanpa penguasaan diri maka semuanya, yaitu : kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan kesetiaan dan kelemahlembutan akan sia-sia. Bila seseorang tidak bisa menguasai diri dan kemarahannya meledak-ledak, maka kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, dan seterusnya akan hilang dalam sekejab mata. Oleh sebab itu penguasaan diri mutlak diperlukan dalam hidup orang percaya. Penguasaan diri berarti kemampuan untuk mengendalikan diri. Namun kemampuan itu bukan berasal dari kekuatan sendiri, tetapi dari Roh Kudus. Roh Kuduslah yang memimpin dan mengendalikan sehingga kita bisa digerakkan, dicerahkan dan dipimpin-Nya. Paulus saat berbicara tentang pelayanan kepada Timotius, ia menasehatkan betapa pentingnya penguasaan diri ini. Paulus berkata, Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu! (4:5). Di dalam ayat ini Paulus menyebut penguasaan diri dibutuhkan dan mendahului hal yang lain.
Jika kita mampu menguasai diri, kita akan sanggup menanggung penderitaan dengan sabar, sanggup memberitakan Injil baik atau tidak baik waktunya dan sanggup pula menuntaskan tugas-tugas pelayanan yang lain. Bahkan kita bisa berkata seperti Paulus, Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (4:7). Ini terjadi jika kita telah sanggup menguasai diri. Menjelang Pentakosta ini, marilah kita melatih diri  dalam pimpinan Roh Kudus untuk menguasai diri sendiri mulai dari hal sederhana seperti mengendalikan makanan dan minuman, dalam hal berpakaian, dalam hal hobi, kesukaan sampai mengendalikan amarah dan mengendalikan keinginan-keinginan jasmani lainnya. [JS]
Amsal 16:32
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."

Hidup Mengucap Syukur

Hidup penuh syukur membangkitkan kuasa besar untuk menghadapi berbagai kesulitan hidup karena dengan bersyukur kita memperoleh kekuatan yang terus-menerus mengalir memberi hidup berkelimpahan.
Beberapa jam ini kita telah memasuki tahun yang baru. Satu kenyataan bahwa kita menjadi semakin tua yang berarti jasmani kita semakin merosot dan tidak sekuat tahun lalu. Sementara itu tantangan hidup bukannya semakin ringan tetapi justru semakin berat. Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa belajar dari Rasul Paulus. Meskipun jasmaninya semakin hari semakin merosot, tetapi rohaninya justru semakin kuat (4:16). Salah satu rahasianya adalah karena Paulus hidup penuh syukur. Hati yang bersyukur adalah tanda orang percaya (4:15) yang membangkitkan kuasa besar dalam kehidupan Kristen. Mengapa? Karena dengan selalu bersyukur kita memperoleh kekuatan yang terus-menerus mengalir, yang memberi hidup berkelimpahan. Seseorang yang hatinya penuh ucapan syukur berarti dia sedang menyaksikan bahwa hidupnya adalah hidup yang tidak berkekurangan. Ada orang yang secara luar hidupnya terlihat berkelebihan dibandingkan orang lain, namun ternyata memiliki hati yang selalu bersungut-sungut, selalu merasa kurang dengan hidupnya. Tetapi Paulus, meskipun hidup pas-pasan, bahkan kekurangan tetapi justru memperkaya dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Menjadi pengikut Kristus tidak selalu indah dan lancar. Ada begitu banyak tantangan, rintangan dan hambatan dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan. Kemampuan mengucap syukur adalah satu kekuatan yang kita butuhkan untuk mengatasi semua rintangan ini. Mari kita memulai tahun yang baru ini dengan hati yang penuh bersyukur! [JS]
1 Tesalonika 5:18
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."

Jangan Lupa mengucap Syukur!

Pentahbisan Bait Suci dalam 30:1 bisa menunjuk kepada Pentahbisan Bait Suci yang dibangun pada zaman Raja Salomo (1 Raja-raja 8:63), Pentahbisan Bait Suci yang dibangun pada zaman Ezra (Ezra 6:16), serta Pembersihan Bait Suci dari barang-barang najis (berhala-berhala yang dimasukkan ke Bait Suci atas perintah Antiokhus Epifanes—penjajah Yunani) pada zaman Makabe pahlawan Yahudi di abad kedua BC. Pentahbisan ketiga ini dirayakan terus sampai zaman Tuhan Yesus dan disebut sebagai Hari Raya Pentahbisan Bait Allah (Yohanes 10:22). Sekalipun mazmur ucapan syukur ini dipakai sebagai nyanyian bersama umat Allah, sebenarnya mazmur ini bersumber dari pengalaman pribadi Daud yang dihukum Allah setelah selesai menghitung seluruh pasukannya (2 Samuel 24). Berkat yang ia nikmati menghasilkan rasa aman dan percaya diri yang terlalu besar (Mazmur 30:7), sehingga saat Daud mulai menyombongkan diri, Allah sedikit menghimpitnya untuk membuatnya tersadar (30:8).
Kapankah ucapan syukur yang tulus sungguh-sungguh muncul di hati kita? Mungkin kita sungguh-sungguh bersyukur saat Tuhan datang menolong di detik-detik terakhir, saat kita amat terdesak, tak menemukan jalan keluar, dan putus asa. Namun, masihkah kita bersyukur bila kita berhasil meraih berbagai kesuksesan? Selanjutnya, apakah kesuksesan membuat kita terlena sehingga kita menyombongkan diri? (lihat Ulangan 8:11-18). Tuhan Yesus memberi peringatan yang keras terhadap orang yang menyombongkan kekayaan yang tidak bisa dia bawa saat jiwanya diambil (Lukas 12:16-21). Saat meraih kesuksesan, jangan melupakan Allah. Akuilah segala perbuatan tangan-Nya. Dengan demikian, kita akan menemukan alasan yang tidak terbatas untuk senantiasa menyanyikan syukur bagi Tuhan. [J]
Mazmur 30:13
"supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu."

Tuhan Memberikan Semangat dan Hidup

TUHAN tidak terus-menerus murka. TUHAN akan memberikan jalan keluar agar umat-Nya bisa memiliki semangat dan tetap bisa hidup di dalam pengharapan.
Ketiadaan jalan keluar dapat mengakibatkan keputusasaan. Itulah yang terjadi dengan umat TUHAN di pembuangan. Kekuasaan Babel begitu besar, sehingga dalam pandangan orang Israel sudah tidak ada jalan untuk lepas dari pembuangan. Sekalipun demikian, tidak ada yang mustahil bagi TUHAN. Oleh karena itu, firman TUHAN dalam 57:15-21 diawali dengan perkataan, "Bukalah, bukalah, persiapkanlah jalan, angkatlah batu sandungan dari jalan umat-Ku." Jalan yang tertutup harus dibuka dan batu sandungan harus disingkirkan agar umat TUHAN bisa melalui jalan itu. TUHAN bersemayan di tempat tinggi, tetapi juga bersama-sama dengan orang yang remuk dan rendah hati. Murka TUHAN tidak selamanya agar umat TUHAN tidak patah semangat. TUHAN hendak menyembuhkan, menuntun, memulihkan dengan penghiburan yang sejati. TUHANlah yang menciptakan puji-pujian serta damai sejahtera, juga bagi mereka yang jauh.
Tuhan Yesus bersabda, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6). Allah hanya memberikan satu jalan, yaitu Yesus Kristus. Inilah jalan umat TUHAN yang bebas dari batu sandungan. Meskipun TUHAN hanya menyediakan satu jalan, jalan ini pasti karena dijamin oleh firman-Nya. Permasalahan kehidupan kita sangat kompleks dan kadangkala kita merasa berada di bawah kuasa yang kita tak dapat lolos. Ada kabar baik bahwa ada satu jalan untuk kita mengalami kuasa Allah, yaitu melalui Tuhan Yesus. Syaratnya, kita harus mau merendahkan diri di hadapan-Nya. [RAAL]
Yesaya 57:15b
"Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus,tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati."

Tuhan Menyediakan Pengharapan

Kedatangan Yesus Kristus, Tunas dari tunggul Isai, merupakan pengharapan bagi kita bahwa TUHAN tidak pernah melupakan kita.
Yesaya 11 menubuatkan kedatangan Yesus Kristus. Yesus Kristus digambarkan sebagai Tunas dari tunggul Isai. Nubuatan ini menggambarkan tentang pengharapan yang disediakan TUHAN. Apa yang tertulis tentang Yesus Kristus di dalam bagian ini sesuai dengan apa yang digenapi. Roh TUHAN ada pada Yesus Kristus (Yohanes 1:32). Yesus Kristus menghakimi dengan keadilan (Yohanes 5:30). Penggenapan lengkap dari nubuat mengenai kedatangan Tunas dari tunggul Isai ini bukan terjadi dalam satu kali kedatangan-Nya, melainkan dalam dua kali kedatangan-Nya. Pada kedatangan yang pertama, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera secara batiniah bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Pada kedatangan yang kedua kali, Yesus Kristus memberikan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya, karena Ia adalah Raja Damai. Hal ini digambarkan dengan rukunnya hewan-hewan yang sepengetahuan kita tidak mungkin bisa rukun satu sama lain. Pada waktu itu, TUHAN juga menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel bahwa sisa bangsa ini akan mewarisi janji-Nya. TUHAN yang berjanji tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Kita yang percaya kepada Yesus Kristus adalah orang-orang yang mengalami damai sejahtera-Nya secara batiniah. Damai sejahtera tersebut sangat mempengaruhi sikap hidup kita dalam menghadapi kegelisahan dunia ini. Kegelisahan dunia ini masih terus terjadi karena TUHAN belum selesai menggenapi janji-Nya. Namun, berdasarkan janji-janji yang telah Ia genapi, kita percaya bahwa Ia akan menggenapi seluruh janji-Nya dengan sempurna. Kita pun tahu bahwa Ia tidak pernah melupakan umat-Nya. [RAAL]
Yesaya 11:1
"Suatu Tunas akan keluar dari tunggul Isai,dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah."

Tetap Mengasihi-Nya

Daud pernah mengalami masa-masa yang begitu genting dan ketakutan yang begitu mencekam saat dikejar-kejar oleh Saul (1 Samuel 23). Dalam masa ketakutan yang amat sangat, Yonatan menguatkan kepercayaan Daud kepada Tuhan (1 Samuel 23:15-16). Ketika Anda berkata bahwa Anda beriman kepada Allah, apakah Anda sungguh-sungguh percaya kepada-Nya? Perkataan Daud, Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; .., ya TUHAN, Allah yang setia, (Mazmur 31:6) menyatakan bahwa Daud percaya secara total kepada Allah. Kalimat yang sama diucapkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia disalibkan (Lukas 23:46) dan oleh Stefanus ketika ia dirajam batu hingga mati (Kisah Para Rasul 7:59). Hal ini menyatakan betapa pentingnya kita mempercayai Allah yang setia serta menyerahkan totalitas hidup kita ke dalam tangan Tuhan.
Kepercayaan kepada Allah yang setia tidak meniadakan kesulitan, pencobaan, dan penderitaan. Namun, penderitaan dan kesesakan juga tidak dapat meniadakan kesetiaan Allah bagi mereka yang mengasihi Dia. Pemazmur mengontraskan bersandar kepada berhala dengan bersandar kepada TUHAN (31:7). Pemazmur menyadari bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong dan menyelamatkan. Berhala tidak dapat melakukan apa-apa (Lihat 115:4-9; Ulangan 4:28,29). Di saat kesesakan, pemazmur menyangka bahwa ia terbuang dari hadapan Tuhan (Mazmur 31:23). Namun, ketika ia mengangkat jiwanya kepada Tuhan, ia mendapati bahwa Allah menunjukkan kasih dan pertolongan-Nya secara ajaib (31:22). Kepada siapa kita menggantungkan hidup kita di tengah kesulitan, penderitaan, dan kefanaan dunia ini? Tidak ada yang dapat memberikan jaminan yang lebih pasti selain Allah yang akan menjaga hidup kita sampai kekekalan. Kekuatan sejati hanya dapat kita temukan di dalam Allah. Dalam situasi apa pun, tetaplah kasihi Allah! [J]
Mazmur 31:25
"Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!"

Keselamatan adalah Anugerah Tuhan

Kedatangan Kristus kedua kali adalah keselamatan bagi umat TUHAN dan pembinasaan bagi Iblis. Keselamatan itu adalah penggenapan janji TUHAN bagi umat-Nya. Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah TUHAN.
Pada hari penghakiman, sesungguhnya TUHAN akan memusnahkan Iblis. TUHAN akan menggenapi janji-Nya kepada bangsa Israel yang adalah kebun anggur TUHAN. Pada waktu itu, bangsa Israel berkembang dan mengalami kemuliaan TUHAN. Semua itu terjadi karena kesetiaan TUHAN atas janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Bangsa Israel bukan bangsa yang baik dan benar, namun TUHAN akan membuat mereka bertobat dari perilakunya yang jahat dan berdosa. Ia akan mengampuni dosa-dosa mereka. Saat itu, bangsa Israel akan kembali kepada TUHAN dan menyembah-Nya di gunung yang kudus, di Yerusalem.
Pelajaran penting yang kita peroleh dari perjanjian Allah dengan bangsa Israel adalah bahwa TUHAN tidak pernah mengingkari janji-Nya, meskipun bangsa Israel telah gagal untuk mengikut Tuhan dengan setia. Dengan cara TUHAN, Ia akan membuat bangsa Israel bertobat dari perilakunya yang berdosa serta berbalik kepada TUHAN. Itulah anugerah Allah. Pada akhirnya, ketika umat TUHAN diselamatkan, tidak ada seorang pun yang boleh membanggakan diri karena jasanya. Demikian pula dengan bangsa Israel. Keselamatan yang dialami bangsa Israel merupakan anugerah TUHAN. Allah memelihara umat-Nya sampai kepada kesudahannya. Bukan itu saja, Ia akan memuliakan umat-Nya. Kemuliaan TUHAN akan dialami oleh umat TUHAN pada hari yang agung itu. Kita yang sudah percaya kepada Yesus Kristus adalah orang yang berbahagia, karena hari itu datang sebagai keselamatan bagi kita. [RAAL]
Yesaya 27:2-3
"Bernyanyilah tentang kebun anggur yang elok!Aku, TUHAN, Penjaganya; setiap saat Aku menyiraminya.Supaya jangan orang mengganggunya, siang malam Aku menjaganya."

Tanggung Jawab Orang Kristen 2

Orang Kristen memiliki status ganda, yaitu sebagai anak Tuhan dan sekaligus sebagai anak bangsa. Oleh karena itu, orang Kristen harus menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Sebagai anak bangsa, orang Kristen bertanggung jawab untuk bersikap taat kepada pemerintah dalam segala hal (3:1). Sebagai anak Tuhan, orang Kristen harus siap melakukan pekerjaan yang baik.
Di satu sisi, terdapat orang Kristen ekstrim yang hanya menekankan status sebagai anak Tuhan sehingga hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat vertikal dan tidak peduli terhadap bangsa dan negara, termasuk tidak membayar pajak dan tidak peduli terhadap keadaan sekitarnya. Di sisi lain, terdapat pula orang Kristen ekstrim lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, yaitu terlalu memperhatikan urusan dunia (kepedulian terhadap sesama maupun dalam urusan bangsa dan negara, tetapi melupakan Tuhan dan pekerjaan-Nya.
Orang Kristen di Pulau Kreta mempunyai nama jelek dalam masyarakat. Mereka tidak berperilaku baik terhadap negara maupun terhadap sesama. Mereka menyangkal status mereka sebagai orang Kristen.
Rasul Paulus menasihati Titus agar mengingatkan orang-orang Kreta agar tunduk kepada pemerintah dan penguasa. Mereka harus sadar bahwa Tuhan menempatkan mereka untuk mengusahakan dan memberikan sumbangsih positif bagi bangsanya. Orang Kristen harus taat kepada Pemerintah dan memperhatikan sesama serta mengasihi dengan kasih agape, dengan memperhatikan kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani orang lain. Orang Kristen adalah anak Tuhan dan sekaligus anak bangsa yang harus memperhatikan keseimbangan dalam kehidupan [LM]
Titus 3:1
"Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."

Tanggung Jawab orang Kristen

Menerima status sebagai orang "Kristen" adalah anugerah semata-mata. Anugerah kehidupan dan keselamatan dari Allah harus dipertanggungjawabkan kepada Allah yang memberikan anugerah itu.
Bacaan Alkitab hari ini menjelaskan tanggung jawab orang Kristen. Pertama, orang Kristen bertanggung jawab untuk tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang sudah diperoleh dari Tuhan (2:11). Anugerah sudah tersedia, bahkan sudah diterima oleh orang-orang Kreta yang percaya kepada Tuhan, namun kehidupan mereka jauh dari Tuhan. Mereka menyia-nyiakan anugerah Tuhan seperti halnya dengan banyak orang Kristen pada masa kini.
Kedua, orang Kristen bertanggung jawab untuk membuang dosa (2:12). Dosa menghambat berkat Allah. Dosa membutakan mata rohani orang percaya untuk melihat dan melakukan kehendak Tuhan. Setelah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita menjadi "manusia baru". Ada hal-hal yang memalukan yang tidak pantas dilakukan oleh orang percaya yang sudah lahir baru dan menyandang gelar manusia baru (Efesus 4:20-31).
Ketiga, orang Kristen bertanggung jawab untuk melayani (2:15). Injil keselamatan Allah wajib diteruskan. Paulus menyebut hal itu sebagai pekerjaan yang baik dan satu-satunya kelakuan yang diwajibkan bagi semua yang telah menikmati anugerah keselamatan. Oleh karena itu, Paulus mengatakan kepada Titus bahwa melayani (mengabarkan Injil) merupakan kewajiban orang percaya. Menyia-nyiakan anugerah Tuhan, berkancah dosa, dan tidak melayani adalah tindakan tidak bertanggung jawab. Orang itu bukan orang Kristen sejati. Sudahkah Anda bertanggung jawab atas anugerah Tuhan? [LM]
Titus 2:12
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini."

APA KATA ALKITAB TENTANG MANUSIA? (Part 1)


By. Pdt. Esra Alfred Soru, STh, MPdK




Pdt. Stephen Tong pernah berkata : “Nilai terbesar di dalam kebudayaan manusia adalah manusia itu sendiri. Potensi terbesar di dalam sejarah manusia adalah manusia itu sendiri. Bahaya terbesar di dalam masyarakat adalah manusia itu sendiri. Bukankah manusia telah menjadi sasaran kasih yang paling mempesona manusia yang lain? Manusia, siapakah manusia itu?” (Peta dan Teladan Allah, hal. vii). Ya! Siapakah manusia itu? Ini adalah salah satu pertanyaan yang paling penting di dalam dunia ini. Pertanyaan ini bukan saja penting tetapi juga klasik sekaligus “up to date”.
Anthony Hoekema – Manusia menjadi salah satu problem paling krusial pada zaman kita. Para filsuf bergumul dengannya, para sosiolog mencoba untuk menjawabnya, para psikolog dan psikiater tengah menghadapinya, pakar etika dan aktivis sosial mencoba untuk memecahkannya. Bahkan para penulis novel dan dramawan juga melibatkan diri dalam pertanyaan ini…Hampir setiap novel atau drama kontemporer bergumul dengan pertanyaan, “Apakah manusia itu?” (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 2-3).
Secara historis, orang mulai berpikir tentang manusia sudah dari zaman yang sangat lama. Protagoaras (480-411 SM), Socrates (469-399 SM), Aristoteles (384-322 SM), Mencius (371-288 SM), filsafat Tiongkok kuno maupun filsafat India kuno telah membicarakan juga tentang manusia. Dan menjawab pertanyaan ini tidak mudah. Mengapa? Dari sisi pertanyaan itu saja, karena subyek dan obyek dari pertanyaan ini adalah satu/sama yakni “MANUSIA”. Siapa yang bertanya? Manusia! Kepada siapa ditanyakan? Manusia! Tanya tentang apa? Manusia! Pertanyaan ini mirip dengan pertanyaan “Siapakah aku ini?” Dalam pertanyaan ini subyek dan obyek satu yakni “AKU”. Siapa yang bertanya? “AKU!” Kepada siapa ditanyakan? “AKU!” Tanya tentang apa? “AKU!” Jadi subyek dan obyeknya sama. Yang bertanya adalah yang ditanya. Yang mencari tahu adalah yang dicaritahu. Yang ingin mengetahui adalah yang ingin diketahui.
Stephen Tong – Bukankah suatu hal yang lucu jika siapakah manusia itu ditanyakan kepada manusia dan dijawab oleh manusia sendiri? (Peta dan Teladan Allah, hal. vii).
Pertanyaannya adalah bagaimana manusia bisa bertanya “Siapakah manusia itu?” Jawabannya adalah karena manusia adalah makluk yang bertanya. Manusia bertanya tentang segala sesuatu di luar/di sekeliling dirinya (Biologi, Fisika, Kimia, dll). Selanjutnya manusia bertanya segala sesuatu di dalam dirinya (Antropologi, Psikologi). Dan akhirnya manusia bertanya tentang segala sesuatu di atas dirinya (Teologi).
Note : Itu berarti bahwa teologia tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan semua ilmu yang lain karena semua ilmu yang lain hanya membahas tentang apa yang ada DI SEKELILING DAN DI DALAM manusia tetapi teologia membahas tentang apa yang ada DI ATAS manusia. Benarlah yang dikatakan orang bahwa teologia adalah “The Queen or the King of Science”. (Ratu/Raja dari semua ilmu pengetahuan). Karena itu :
·         Yang belajar biologi, fisika, kimia jangan sombong dan menganggap remeh orang yang belajar teologia. (Pada sekolah SMA zaman dulu para siswa yang duduk di kelas A1 dan A2 menganggap remeh A3 dan A4. Itu salah!).
·         Orang yang belajar teologia tidak boleh minder terhadap orang-orang yang belajar disiplin ilmu yang lain.
·         Kalau saudara sudah pakar di dalam ilmu yang lain, jangan cepat puas. Carilah/belajarlah teologia karena ini adalah “The Queen or the King of Science”. (Belajar teologia tidak berarti harus sekolah teologia. Saudara bisa belajar teologia di gereja lewat khotbah-khotbah dan PA).
·         Kalau mau mempersembahkan anak untuk Tuhan (sekolah teologia), berilah yang paling pintar karena dia akan menggeluti cabang ilmu yang paling tinggi. Jangan berikan yang pintar-pintar untuk ilmu yang lain dan yang paling bodoh untuk teologia.
Lalu bagaimana kita menjawab pertanyaan “Siapakah manusia itu?” Dapatkah manusia menjawab pertanyaan “Siapakah manusia itu?” atau “Siapakah aku ini?” Di balik pertanyaan “siapakah aku ini?” muncul banyak pertanyaan : Siapakah yang bertanya? (“AKU”). Mengapa “AKU” bertanya? (Karena “AKU” mau mencari tahu). Mengapa “AKU” mencari tahu? (Karena “AKU” tidak tahu). Tetapi “AKU” bertanya pada siapa?” Atau kepada siapa “AKU” mencari tahu? (Kepada “AKU” sendiri). Tapi bukankah “AKU” tidak tahu dan sementara mencari tahu? Bagaimnana “AKU” bisa memberi tahu? Kalau “AKU” sudah tahu seharusnya tak perlu mencari tahu lagi. Tapi kalau “AKU” tidak tahu juga, lalu untuk apa mencari tahu pada yang tidak tahu? Jadi “AKU” yang tidak tahu ternyata telah bertanya kepada “AKU” sendiri yang tidak tahu. Lalu bagaimana bisa tahu? Tidak mungkin! Di sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya manusia dari dirinya sendiri tidak bisa menjawab dengan tuntas siapa dirinya sendiri. Kalau begitu jawaban atas pertanyaan tsb tidak boleh datang dari diri manusia itu sendiri tetapi dari luar/dari atas manusia sendiri yakni dari Tuhan Allah dalam hal ini adalah firman-Nya. Jadi firman Allahlah yang dapat memberikan jawaban tuntas kepada manusia tentang siapa dirinya.
Kalau kita memeriksa Firman Tuhan, maka Firman Tuhan memberitahukan dengan jelas kepada kita bahwa sesungguhnya manusia itu adalah ciptaan Allah. (Man is the Creation of God).
Kej 1:1, 27 – (1) Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi…(27) Maka Allah menciptakan manusia itu…"
Jadi manusia tidak berada dengan sendirinya. Dia dicipta oleh Allah / diadakan oleh Allah. Kalau memang manusia diciptakan oleh Allah maka ada saat di mana manusia tidak ada dan baru memperoleh keberadaannya pada suatu saat. Itu berarti bahwa manusia membutuhkan Allah untuk menjadi ada. Tanpa Allah manusia tidak pernah berada atau tidak pernah jadi ada. Selanjutnya, setelah dicipta, apakah manusia bisa terlepas dari Allah? Tidak!
Kis 17:25,28 – (25) “…Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. (28) Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada…”
Ayub 12:9-10 – (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa setelah dicipta manusia terus bergantung pada Allah. Manusia tidak pernah menjadi otonom / independen di dalam keberadaannya.
Anthony Hoekema – “…kita berhutang kepada Allah atas setiap nafas kita, kita bereksistensi hanya di dalam Dia, di dalam setiap gerakan yang kita lakukan, kita bergantung kepada-Nya. Kita tidak akan mampu mengangkat satu jari pun di luar kehendak Allah. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 8).
Inilah natur manusia! Manusia adalah ciptaan yang bergantung mutlak kepada Allah. Maksudnya adalah manusia bergantung kepada Allah supaya berada dan terus bergantung kepada Allah supaya tetap berada. Seorang anak yang lahir, seluruh hidupnya bergantung pada orang tuanya, tetapi ada saat di mana ia menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang tuanya lagi yakni pada saat dia sudah dewasa. Tetapi manusia tidak demikian. Keberadaannya berasal dari Allah dan keberlangsungan keberadaannya juga terus bergantung pada Allah. Tidak saat di mana manusia tidak bergantung pada Allah. Paulus berkata dalam Kis 17:28 : “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada…”. Ini sama dengan ikan di dalam laut yang keberadaannya sangat bergantung pada air laut. Sesaat saja keluar dari air, ia akan mati. Inilah konsekuensi dari status kita sebagai ciptaan. Dan biarlah kita selalu mengingat ini. Sehebat apa pun kita, sepintar apa pun kita, sekaya apa pun kita, kita adalah ciptaan yang sangat bergantung pada Allah. Jangan menjadi sombong dan lupa diri karena kita tidak akan bisa menggerakkan 1 jari pun tanpa Dia. Juga jangan suka protes pada Allah karena kita hanya ciptaan yang bergantung pada Dia seperti yang dilakukan oleh Yunus.
Yun 4:4,9 – (4) Tetapi firman TUHAN: "Layakkah engkau marah?" (9) Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
Bandingkan :
Rom 9:20 - Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?
Banyak kali kita protes kepada Allah dan menunjukkan ketidakpuasan kita terhadap keberadaan kita seperti (miskin, tidak pintar, tidak ganteng/cantik, warna kulit, dsb), tetap ingatlah bahwa kalau kita bisa ada saja itu sudah anugerah Tuhan yang besar. Tidak usah protes kepada Tuhan!
Kita sudah melihat bahwa manusia adalah ciptaan Allah tetapi bagaimana ia diciptakan? Itulah yang akan kita pelajari dengan lebih mendalam :
I.       MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN / MELALUI PERUNDINGAN ILAHI.
Ada satu hal yang menyolok sewaktu manusia diciptakan oleh Allah yakni penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada diri Allah yang muncul dalam Kej 1:26.
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk jamak ini menarik mengingat bahwa Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu esa/satu.
Ul 6:4 - Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raj 8:60 - supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHANlah Allah, dan tidak ada yang lain

Nah, jika Allah itu esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Ku…” tetapi yang nampak dalam Kej 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata bentuk jamak “Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam ayat 26 ini? Sepanjang sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
  1. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan jamak kehormatan ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak. Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diijinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang disebut sebagai majestic pluralism. (Peta & Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kej 1:26 hanyalah sekedar sapaan penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius orang Timur Tengah. Tetapi ada 2 keberatan terhadap pandangan ini :
·         Jika tradisi ini benar sekalipun, itu harus tetap ditolak dalam kaitan dengan Kej 1:26 karena tradisi itu merupakan cara panggilan manusia kepada Allah sedangkan Kej 1:26 mengatakan bahwa Allahlah yang berbicara bukan manusia yang berbicara tentang Allah.
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
·         Selain itu kata ganti “Kita” ini juga muncul dalam Kej 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kej 3:22 - Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, ….”
Dengan demikian pandangan tentang jamak kehormatan ini mesti ditolak.
  1. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui bahwa memang dalam ayat tersebut Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia kepada Allah. Tetapi mereka lalu menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh Allah sendiri menunjukkan bahwa Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri. Tetapi Louis Berkhof menganggap bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di akal.

Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk jamak kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi Ssistematika Doktrin Manusia, hal. 6)
  1. Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah sementara mengajak malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia. Keberatan untuk pandangan ini adalah :
·         Di seluruh Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
·         Kalau ditafsirkan demikian maka berarti manusia juga dicipta dengan gambar dan rupa malaikat. Ini jelas ajaran yang tidak Alkitabiah.
·         Jikalau malaikat juga mencipta manusia maka kedudukan malaikat akan menjadi setara dengan Allah dan berhak atas penyembahan manusia. Padahal hal itu jelas dilarang dalam Alkitab!
·         Perhatikan baik-baik :
Kej 1:26-27 – (26) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…" (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Jelas bahwa kata ‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa semua penafsiran itu tidak masuk akal. Jika demikian siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kej 1:26 itu? Saya percaya ini menunjuk pada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong“…mengapa Allah menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal. Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik karena di dalam penciptaan yang lain, hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi sewaktu menciptakan manusia tidak demikian formulanya melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kej 1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk menciptakan manusia, terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau “rapat” ilahi di antara oknum-oknum Tritunggal.
R. Soedarmo - Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar Dogmatika, hal. 139).
Budi Asali - Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kej 1:26-27). Ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia lakukan sebelumnya, pada waktu Ia menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen TongSebelum Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini mengindikasikan bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena ungkapan ini tidak dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus diperhatikan bahwa ada sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan manusia...." Hal ini sekali lagi menunjukkan keunikan dalam penciptaan manusia. Perencanaan ilahi seperti ini tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 16-17).
Jika Allah saja begitu menghargai manusia dan menganggapnya begitu istimewa, maka sudah seharusnya manusia sendiri memandang manusia itu sebagai sesuatu yang berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
  1. Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang manusia harus belajar untuk menilai dirinya sebagaimana Allah menilainya dan jikalau Allah sangat menghargai dan menganggap seorang manusia begitu istimewa maka seorang manusia harus juga melihat dirinya demikian adanya. Karena itu janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak tidak sepintar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri sebagaimana Allah menghargainya.
  1. Manusia harus menghargai orang lain.
Karena orang lain juga adalah manusia seperti kita maka kita juga harus belajar untuk menghargai orang lain sebagaimana Allah juga menghargai mereka. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena wajah mereka tidak secantik dan setampan kita, kulit mereka tidak seterang kita, rambut mereka tidak selurus kita dan lain sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang berkomentar tentang seseorang. Ia berkata : “Bayangkan sudah hitam, kriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang hitam dan kriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena otak mereka tidak sepintar kita, uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka tidak setenar nama kita, lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka tidak sebaik kita, dan lain sebagainya. Ingat, anda adalah makhluk yang istimewa dan berharga di mata Tuhan, demikian juga sesama manusia anda. Hargailah dirimu dan orang lain juga!
II.    MANUSIA DICIPTAKAN SECARA LANGSUNG DAN SEGERA.
Fakta lain tentang penciptaan manusia adalah bahwa ia dicipta secara langsung dan segera.
Kej 1:27 - Maka Allah menciptakan manusia itu….”
Maksudnya adalah bahwa pada saat Allah mencipta manusia, Ia telah mencipta manusia sebagai manusia sehingga hasil dari ciptaan itu benar-benar adalah manusia. Allah tidak menciptakan suatu makhluk yang lain yang nantinya akan berubah / berproses menjadi manusia seperti kepompong yang lalu berubah menjadi kupu-kupu. Tidak sama sekali! Ia menciptakannya langsung dan segera menjadi manusia. Semua ini jelas bertentangan dengan apa yang diajarkan teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada tahun 1859. Memang, teori evolusi bukan berasal dari Darwin, konsepnya dapat ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada juga beberapa pendahulu Darwin pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku Darwinlah yang menjadi dasar dari pemikiran evolusi modern.
Ada pandangan yang berfariasi seputar teori evolusi ini tetapi secara umum teori ini mengatakan bahwa semua makhluk hidup itu adalah hasil evolusi dari bentuk yang paling sederhana. Dulunya, terjadi secara kebetulan, ‘bahan-bahan’ mati bercampur dan berubah menjadi makhluk bersel satu lalu berubah lagi menjadi makhluk lain yang lebih kompleks.
Yakub Tri Handoko – “... teori evolusi bisa dipahami sebagai pandangan yang menyatakan bahwa manusia berasal dari suatu proses evolusi yang panjang, dimulai dari zat yang paling sederhana sampai terbentuknya makhluk yang sangat kompleks yang disebut “manusia”. Keberadaan zat hidup pertama ini biasanya dipahami sebagai hasil dari sebuah peristiwa alam yang kebetulan dan tiba-tiba. Proses yang diperlukan untuk evolusi ini bisa memakan waktu berjuta-juta tahun. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi).
Sederhananya begini, mula-mula secara kebetulan ada satu makhluk bersel satu yang setelah berjuta-juta tahun berkembang menjadi sejenis ikan, lalu setelah jutaan tahun lagi ikan ini berkembang menjadi amfibi, lalu jutaan tahun kemudian amfibi ini berkembang menjadi reptilia, lalu jutaan tahun lagi reptilia ini berkembang menjadi mamalia dan burung dan pada akhirnya beberapa mamalia (seperti monyet) berkembang menjadi manusia. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi manusia seperti sekarang ini. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi manusia seperti sekarang ini, dapat digambarkan sebagai berikut : 




Kira-kira demikianlah pandangan teori evolusi secara sederhana.
Lalu bagaimana kita menjawab hal ini? Sesungguhnya ada banyak jawaban bisa diberikan terhadap teori ini berkaitan dengan mutasi genetik, hukum kedua termodinamika/entropi maupun penemuan biokimia modern yang berhubungan dengan DNA / RNA tetapi semua penjelasan ini akan menyulitkan kita memahaminya jika kita tidak mempunyai pengetahuan dasar tentang bidang-bidang itu. Jadi saya hanya akan paparkan 2 bantahan saja dan menurut saya itu sudah cukup untuk menunjukan kemustahilan dan ketidaklogisan teori evolusi ini.
  1. Teori ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan dimulai dari suatu makhluk bersel satu yang kemudian berevolusi selama jutaan tahun menjadi makhluk hidup yang lain.
Pertanyaan saya adalah darimana makhluk bersel satu ini berasal / ada? Sebagaimana sudah disebutkan di atas, para penganut teori evolusi mengatakan bahwa makhluk bersel satu ini ada secara kebetulan sebagai hasil bercampurnya ‘bahan-bahan’ mati. Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana mungkin bahan-bahan mati yang bercampur itu bisa secara otomatis menghasilkan suatu kehidupan dengan sendirinya? Itu mustahil! Cobalah anda mencampur sejumlah benda mati, apakah bisa menghasilkan suatu makhluk hidup? Mereka juga mengatakan bahwa petir yang menyambar menghasilkan suatu zat yang namanya asam amino, dan asam amino ini adalah unsur dasar dari sel. Tetapi persoalannya adalah bagaimana bisa suatu zat yang mati seperti asam amino tahu-tahu bisa berubah menjadi suatu sel yang hidup? Secara logis tidak bisa diterima kalau sesuatu benda (mati atau hidup) bisa ada secara kebetulan. Seandainya anda pergi ke hutan dan di sana anda menemukan secangkir kopi dalam gelas, apakah anda akan mengambil kesimpulan bahwa gelas dan kopinya itu ada dengan sendirinya atau ada secara kebetulan? Tidak mungkin! Logika kita akan mengharuskan penyebab dari hal itu. Dengan demikian teori bahwa ada satu makhluk bersel satu yang muncul secara kebetulan sebagaimana yang dikatakan para evolusionis adalah omong kosong yang tidak masuk akal. Di sini paham evolusi ini tidak cocok disebut sebagai teori melainkan dongeng.
  1. Perhatikan bahwa teori evolusi ini mengatakan bahwa suatu species tertentu mengalami perkembangan / evolusi menjadi species yang lain dalam kurun waktu jutaan tahun.
Pertanyaan kita adalah apakah selama jutaan tahun itu ada species yang mati atau tidak? Pasti ada bukan? Jikalau begitu tentu harus ada species yang mati selama proses evolusi itu belum maksimal dalam rupa species yang benar-benar baru bukan? Kalau ya, mengapa tidak ada 1 fosil pun yang ditemukan hingga saat ini yang menunjuk pada bentuk antara di antara 2 species berbeda. Sederhananya begini. Dikatakan bahwa ikan berevolusi selama jutaan tahun untuk menjadi seekor buaya.  



Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu? Mengapa tidak ada fosil-fosil species "setengah jadi" seperti gambar berikut? 





Jikalau manusia yang ada sekarang adalah hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo Saphiens adalah jutaan tahun?
Yakub Tri HandokoSejak pandangan evolusi bergulir para ahli semakin giat mencari berbagai fosil dengan harapan menemukan “mata rantai yang hilang” yang bisa menjelaskan transisi dari binatang ke manusia atau dari suatu tahapan evolusi ke tahapan yang lain. Setelah berjalan puluhan dekade, mata rantai yang hilang itu tidak pernah ditemukan. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi)
Tetapi mungkin saudara berpikir bahwa bukankah gambar-gambar yang beredar maupun film-film yang ada menunjukkan “bentuk antara” antara monyet dan manusia? Dan juga bahwa beberapa fosil yang kita pelajari dalam pelajaran sejarah sewaktu di sekolah menunjukkan ada fosil-fosil yang memang setengah monyet setengah manusia seperti gambar berikut ini? 



Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
·         Manusia Piltdown: hasil rekayasa rekonstruksi yang menggabungkan sebuah rahang kera dengan tengkorak manusia, kemudian diberi warna yang sama.


·         Manusia Jawa: para ahli modern menolak istilah ini. Mereka meyakini bahwa yang terjadi sebenarnya hanyalah seorang manusia dan kera ditemukan di tempat yang sama. Fosil-fosil keduanya kemudian direkonstruksi menjadi “manusia Jawa purba” yang dipercaya menjadi mata rantai dari binatang ke manusia.



·         Manusia Peking : alat-alat dan tulang-tulang manusia ditemukan di dekat kera-kera yang otaknya dimakan manusia (orang di daerah tersebut memang memiliki kebiasaan memakan otak kera).



 
·         Lucy: ia diklasifikasi ulang sebagai salah satu jenis kera yang sudah punah.


·         Ramapithecus : sebuah rahang dan geligi-geligi yang akhirnya dinyatakan bukan berasal dari manusia, melainkan dari orang utan.




Jadi memang tidak ada dan tidak akan pernah ada “fosil antara” itu dan itu akan tetap menjadi rantai yang hilang.
William Lane Craig – “... bukti fosil berdiri begitu teguhnya melawan doktrin nenek moyang yang sama. Ketika Darwin mengajukan teorinya, salah satu kelemahan utamanya adalah tidak adanya bentuk organisme transisi di antara satu organisme dengan organisme lainnya. Darwin menjawab ini dengan mengatakan bahwa binatang transisional ini ada di masa lalu dan suatu saat akan ditemukan. Tetapi ketika para ahli paleontologis menemukan sisa fosil, mereka tidak menemukan bentuk-bentuk transi­sional ini; mereka hanya menemukan lebih banyak lagi binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda. Tentu, ada beberapa bentuk transisional yang dicurigai, seperti Arcaeopteryx, seekor burung dengan fitur reptilia. Tetapi jika teori neo-Darwinian itu benar, tidak akan hanya ada beberapa missing link; tetapi, seperti yang ditekankan oleh Michael Denton, akan ada jutaan bentuk transisional dalam catatan fosil. Pikirkan misalnya, semua bentuk antara (intermediate) yang seharusnya ada untuk seekor kelelawar dan seekor paus yang telah ber­evolusi dari nenek moyang yang sama! Masalah itu tidak lagi dapat ditiadakan begitu saja dengan mengatakan bahwa kita belum menggali cukup jauh. Bentuk-bentuk transisional belum ditemukan, karena itu semua memang tidak ada. Maka, bukti yang menyangkut doktrin nenek moyang yang sama begitu kacau. (Who Made God?, hal. 75)
Dua hal ini menurut saya sudah cukup untuk membuktikan bahwa teori evolusi hanyalah omong kosong dan dongeng yang dipercaya oleh banyak ilmuwan. Kesalahan terbesar Darwin dan para evolusionis lainnya adalah terpaku pada kesamaan antara manusia dan monyet tetapi melupakan perbedaan di antara keduanya. Memang kalau kita hanya memperhatikan persamaannya saja maka ada banyak kesamaan antara manusia dan binatang. Bahkan ada binatang-binatang yang terbilang cerdas apalagi kalau dilatih secara khusus seperti dalam acara-acara sirkus. Tetapi kalau kita melihat perbedaannya maka ada lebih banyak perbedaan antara keduanya daripada persamaannya. Karena itu secara logis tidak bisa disimpulkan bahwa manusia berasal dari monyet hanya karena ada kemiripan antara monyet dan manusia.
Alkitab bersaksi bahwa manusia diciptakan langsung / segera sehingga sudah dalam rupa manusia tanpa melalui sebuah proses evolusi.
John Wesley Brill : Alkitab menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa manusia diciptakan oleh Allah, manusia diciptakan dalam jangka waktu yang singkat dan langsung sebagai seorang manusia dewasa yang sempurna. (Dasar Yang Teguh, hal. 181).
Karena itu sebagai seorang Kristen, kita seharusnya tidak percaya dan menolak dongeng evolusi ini. Manusia adalah hasil ciptaan Allah secara langsung dan sempurna. Kita juga tidak boleh kompromi dengan pandangan evolusi ini seperti yang dilakukan oleh sejumlah teolog yang mempercayai teori evolusi teistik di mana mereka berusaha menggabungkan teori evolusi dengan Alkitab dengan mengatakan bahwa teori evolusi tidak harus bertentangan dengan Alkitab. Mereka lalu menafsirkan ayat-ayat Alkitab dari sudut pandang teori evolusi dan menganggap bahwa debu tanah dalam Kej 2:7 sebenarnya adalah bahasa simbolik bagi binatang.
Kej 2:7 - ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah (binatang) dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Ini pandangan yang tidak masuk akal. Apa gerangan yang membuat penulis kitab Kejadian mengganti sebutan tubuh binatang dengan bahasa simbolik “debu tanah”. Selain itu kalau memang “debu tanah” di sini mau diartikan tubuh binatang, maka mereka harus konsisten untuk menerapkan arti demikian pada ayat-ayat yang lain. Misalnya :
Kej 3:19 - dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah (binatang), karena dari situlah (binatang) engkau diambil; sebab engkau debu (binatang) dan engkau akan kembali menjadi debu (binatang)."
Pengkh 3:19-20 – (19) Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka (manusia dan binatang); sebagaimana yang satu (manusia) mati, demikian juga yang lain (binatang). Kedua-duanya (manusia dan binatang) mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya (manusia dan binatang) menuju satu tempat; kedua-duanya (manusia dan binatang) terjadi dari debu (binatang) dan kedua-duanya (manusia dan binatang) kembali kepada debu (binatang).
Silahkan pikirkan apakah kalimat ini jadi masuk akal? Kalau saudara bukan binatang, saudara akan tahu bahwa ini tidak masuk di akal. Jadi sekali lagi, jangan percaya pada dongeng evolusi ini dan juga jangan mengkompromikan Alkitab dengan dongeng ini. Kalau Darwin dan pengikutnya mau percaya hal itu, biarkan saja mereka yang jadi keturunan monyet dan bukan kita. Pada akhirnya Darwin memang bertobat tetapi teorinya sudah terlanjur diikuti dan dipercaya oleh para ilmuwan lain sehingga akhirnya terus dipegang hingga saat ini. Ini mengajarkan kita untuk berhati-hati di dalam mengajar satu hal karena kalau apa yang kita ajarkan itu salah, biar pun kita sudah bertobat/menyadari kesalahannya, kesalahan itu bisa tetap menyebar dan dianggap sebagai kebenaran oleh orang lain.
Penerapan lain yang bisa saya berikan adalah karena kita tidak berasal dari binatang (monyet), maka kita tidak boleh memaki orang lain / anak-anak kita dengan kata “binatang” atau menyebut jenis binatang tertentu seperti babi, anjing, monyet, dll. Kecuali makian Alkitabiah terhadap nabi-nabi palsu.
2 Pet 2:22 - Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya."
Mat 7:15 - "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.
Luk 13:31-32 – (31) Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau." (32) Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. 
Mat 23:33 - Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?

Amin

DEKODENISASI "THE DA VINCI CODE" (Part 3)


Yakub Tri Handoko, Th. M

Kanonisasi, konsili dan kitab-kitab non-kanonik

Setelah membahas kitab-kitab non-kanonik yang berhubungan dengan Maria Magdalena, kita sekarang akan menyelidiki isu yang lebih luas, yaitu posisi kitab-kitab non-kanonik dalam gereja abad permulaan. Brown berpendapat bahwa sejarah berada di tangan yang memiliki kuasa (hlm. 356). Berdasarkan asumsi ini ia meyakini bahwa kanonisasi dan konsili mulai abad ke-4 hanyalah upaya gereja untuk menindas pihak minoritas. Gereja ingin menampilkan Yesus sebagai figur yang ilahi, karena itu berbagai ajaran yang berbeda dengan pandangan mayoritas (ortodoks) ini sengaja dikesampingkan, terutama pernikahan Yesus-Maria Magdalena dan penunjukkan Maria Magdalena sebagai pemimpin gereja, seperti tercatat dalam kitab-kitab non-kanonik.


Untuk menjawab pandangan DVC di atas, kita perlu memaparkan beberapa hal. Usaha kanonisasi pada abad ke-4 bukanlah usaha awal untuk menentukan kitab-kitab yang diterima gereja. Dari tulisan bapa-bapa gereja sebelum abad ke-4 terlihat bahwa kitab-kitab kanonik sebenarnya sudah diterima secara praktis di gereja dalam bentuk pemakaian kitab-kitab tersebut dalam pembacaan publik di ibadah. Pembacaan dalam ibadah ini berakar dari ibadah Yahudi di synagoge dan bait Allah (band. Luk 4:16-21; 1Tim 4:13). Secara khusus berkaitan dengan keempat kitab Injil, dokumen kuno sebelum abad ke-4 sudah mengakui otoritas kitab-kitab tersebut, misalnya Diatesseron. Jadi, penerimaan kitab-kitab kanonik sebagai firman Allah sudah dilakukan secara non-formal jauh sebelum gereja memegang dominasi pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinopel. Kanonisasi hanyalah keputusan resmi (formal) dan menyeluruh dari gereja-gereja yang ortodoks.


Kebutuhan gereja untuk mengetahui dengan jelas kitab apa saja yang merupakan firman Allah tidak bisa dilepaskan dari situasi gereja pada abad ke-2 dan ke-3. Mereka berada di bawah penganiayaan yang hebat. Kepemilikan kitab suci bisa menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk menangkap orang Kristen. Di tengah situasi seperti ini mereka merasa perlu mengetahui kitab-kitab mana yang benar-benar firman Allah, karena pada saat itu kitab-kitab lain juga banyak bermunculan. Mereka ingin diyakinkan bahwa mereka membayar harga mahal untuk firman Allah, bukan untuk kitab-kitab lain yang tidak berotoritas. Selain itu, keberadaan berbagai bidat pada masa itu juga mendorong gereja untuk memiliki pedoman yang jelas yang benar-benar meneruskan ajaran para rasul.


Kita juga perlu memahami bahwa pertentangan dengan ajaran yang tidak sesuai dengan ortodoksi bukan dimulai pada abad ke-4. Pada masa gereja masih menjadi minoritas pada abad ke-2 dan ke-3, bapa-bapa gereja sudah menentang ajaran yang dianggap tidak ortodoks. The Muratorian Canon (abad ke-2) secara eksplisit menyatakan tulisan-tulisan Valentinus dan Marcion harus dibuang dari gereja. Irenaeus (abad ke-2) menulis kitab Against Heresies untuk menegaskan tradisi kekristenan dan sekaligus menentang para bidat.


Hal lain yang perlu kita pahami adalah kriteria kanonisasi. Bagaimana gereja di abad ke-2 dan ke-3 memilih kitab-kitab mana yang pantas dibaca di dalam ibadah? Bagaimana konsili menentukan kitab-kitab mana yang layak dianggap sebagai kanon (pedoman)? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada tiga: (1) Kriteria tradisi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah yang berotoritas jika sejak jaman para rasul kitab itu memang sudah diterima oleh gereja mula-mula secara universal. Kriteria ini berhubungan dengan eksistensi para rasul dan gereja induk di Yerusalem sebagai alat kontrol (band. Kis 11 dan 15). Seandainya suatu kitab sejak jaman para rasul memang beredar secara luas dan dipakai dalam ibadah, maka itu berarti kitab tersebut mendapat “pengesahan” dari para rasul sebagai firman Allah. Dari kriteria ini terlihat bahwa kanonisasi justru berakar pada situasi abad pertama ketika orang Kristen masih menjadi minoritas dan dianiaya. Kriteria ini sekaligus juga menolak kitab-kitab non-kanonik yang baru ditulis mulai abad ke-2 dan ditolak oleh bapa-bapa gereja. (2) Kriteria wibawa apostolik. Allah menyatakan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Para rasul merupakan saksi mata dan penerus tradisi dari Yesus. Dua hal inilah yang turut melandasi kanonisasi. Suatu kitab diakui sebagai firman Allah kalau memang bersumber dari para rasul sebagai saksi mata dan penerima ajaran Yesus pertama kali. Berdasarkan kriteria ini, kitab-kitab non-kanonik dengan sendirinya tidak memenuhi syarat, karena mereka ditulis jauh setelah masa hidup para rasul. (3) Kriteria ortodoksi. Suatu kitab yang diakui dalam kanon tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan wahyu Allah sebelumnya maupun kitab yang lain, karena Allah adalah sumber pengilhaman kitab suci. Alkitab tidak mungkin mengandung kontradiksi. Pandangan DVC bahwa kitab-kitab non-kanonik ditolak gereja karena bertentangan dengan ajaran ortodoks tidak bisa dipertahankan. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa gereja seharusnya menerima kitab lain yang bertentangan sekalipun.


Sekarang mari kita membahas klaim dalam DVC bahwa doktrin keilahian Yesus baru diciptakan gereja pada abad ke-4 (Konsili Nicea) untuk mengaburkan figur Yesus yang sebenarnya hanyalah manusia biasa yang menikah, mempunyai anak dan bisa mati. Pengakuan terhadap keilahian Yesus sebenarnya sudah muncul pada abad ke-1. Dalam bagian ini saya tidak akan memberikan ayat-ayat dari kitab Injil, karena hal itu bisa dianggap tendensius dan bersifat circular reasoning (kita sedang mendiskusikan validitas catatan tentang Yesus dalam kitab-kitab Injil, tetapi kita menggunakan kitab tersebut sebagai dasar argumen). Ada beberapa teks yang signifikan. Dalam Galatia 1:11-24 (yang ditulis sekitar tahun 50-an), Paulus membuktikan bahwa Injil yang ia beritakan berakar dari ajaran yang bersumber dari Yesus sendiri melalui para rasul maupun pertemuan pribadinya dengan Tuhan di Damaskus (Kis 9). Rujukan penting lainnya ada di Filipi 2:6-11. Paulus mengutip hymne gereja mula-mula yang menyinggung keilahian Yesus (ayat 6-8) dan mengaplikasikan Yesaya 45:23 untuk Yesus. Karena ayat paling awal tentang keilahian Yesus terdapat dalam Filipi 2:9-11, ketika ia mengutip sebuah hymne. Dari pemaparan ini terlihat bahwa doktrin keilahian Yesus bukanlah ciptaan gereja abad ke-4.


Asumsi DVC bahwa doktrin keilahian Yesus sengaja diciptakan untuk menghilangkan sisi kemanusiaan Yesus juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kitab-kitab Injil mengajarkan kemanusiaan Yesus. Ia lahir dari seorang manusia, bertumbuh seperti anak-anak pada umumnya, merasakan lapar dan haus, bahkan mati. Seandainya Yesus memang menikah dan mempunyai anak, hal ini tidak akan membahayakan keilahian Yesus. Hal ini bahkan semakin memperkuat ajaran Alkitab tentang kemanusiaan Yesus.


Apakah Yesus menikah?


DVC mengajarkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Dasar yang dipakai adalah kutipan dari Injil Filipus (hlm. 246-247) dan asumsi bahwa selibat bukanlah praktek yang bernuansa Yahudi (hlm. 245). Sebagai orang Yahudi, Yesus pasti menikah. Alasan pertama tidak akan dibahas dalam bagian ini, karena telah disinggung dalam bagian sebelumnya. Bagian ini hanya akan menanggapi alasan kedua yang dipakai DVC. Kita juga akan melihat beberapa teks yang berhubungan dengan kemungkinan apakah Yesus menikah atau tidak.


Sehubungan dengan asumsi Brown tentang keharusan orang Yahudi yang saleh untuk menikah, kita perlu mengetahui bahwa pada jaman Yesus ada sekelompok orang Yahudi yang saleh yang justru tidak menikah. Mereka dikenal sebagai masyarakat Qumran dan kaum Essenes. Naskah Laut Mati dan kitab sejarah Josephus menegaskan bahwa dua kelompok tersebut menganut gaya hidup selibat. Yesus sendiri mengakui keistimewaan gaya hidup ini dalam kaitan dengan fokus untuk kerajaan Allah (Mat 19:10-12).


Catatan Alkitab yang mengajarkan bahwa Maria Magdalena ikut bepergian bersama Yesus tidak bisa dijadikan alasan kuat untuk menganggap keduanya suami-istri. Lukas 8:1-3 memang mencatat Maria Magdalena bepergian bersama Yesus, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ayat itu juga mencatat nama-nama wanita lain, yaitu Susana dan Yohana. Kalau mau konsisten, kita juga harus mengakui bahwa Yesus menganut poligami. Seandainya Maria Magdalena adalah istri yang menyertai Yesus, bukankah Lukas pasti akan menghilangkan nama-nama wanita lain dalam Lukas 8:1-3?


Sama dengan ayat di atas, Alkitab biasanya menyebut Maria Magdalena dalam hubungan dengan wanita lain: ia dan wanita-wanita lain bepergian bersama Yesus (Luk 8:1-3), menyertai Yesus ke kayu salib (Mat 27:55-56//Mar 15:40-41; Yoh 19:25) dan tetap ada di sana (Mat 27:61). Satu-satunya ayat yang menyebut Maria Magdalena muncul sendirian dengan Yesus adalah Yohanes Yohanes 20:11-18. Tindakan Maria yang memeluk Yesus dalam teks ini memang tidak wajar dalam kultur Yahudi, namun hal ini bisa dipahami sebagai spontanitas Maria sebagai luapan keterkejutan dan kegembiraan bahwa Yesus masih hidup (ia sebelumnya tidak memiliki pikiran bahwa Yesus akan bangkit kembali).


Sekarang mari kita melihat beberapa teks yang menyiratkan bahwa Yesus tidak menikah dengan Maria Magdalena. Pertama, Maria Magdalena tidak pernah dikaitkan dengan nama seorang pria. Teks yang penting adalah Matius 27:55-56, Markus 15:40-41, Lukas 8:2 dan Yohanes 19:25. Nama-nama wanita dalam teks ini muncul dalam hubungan dengan suami atau anak mereka, tetapi khusus untuk Maria Magdalena ia diterangkan dengan asal usulnya, yaitu Magdala (Magdalena). Seandainya ia sudah menikah atau memiliki anak, ia pasti akan disebut seperti wanita-wanita lain dalam teks-teks tersebut.


Kedua, 1 Korintus 9:4-6. Dalam bagian ini Paulus memberikan argumen bahwa ia sebenarnya layak untuk mendapatkan bantuan dari jemaat untuk pelayanannya. Secara khusus ia mengatakan bahwa ia memiliki hak yang sama dengan Petrus dan para rasul lain yang membawa istri mereka. Seandainya Yesus memang menikah dengan Maria Magdalena dan mereka sering bepergian bersama, maka Paulus pasti akan menyebutkan hal itu sebagai dasar argumen yang lebih kuat untuk menegaskan pendapatnya.


Ketiga, Yohanes 19:26-27. Teks ini mencatat salah satu fase hidup yang penting, yaitu penyaliban-Nya. Di dekat salib, beberapa wanita mengikuti Yesus, termasuk ibunya, Maria. Seandainya Yesus sudah menikah, kita bertanya-tanya mengapa “istri” Yesus tidak hadir pada saat yang krusial ini. Alkitab juga mencatat bahwa Yesus memperhatikan ibu dengan cara menyerahkannya dalam pemeliharaan Yohanes. Seandainya Maria Magdalena adalah istri, bukankah Yesus seharusnya lebih memperhatikan dia atau, paling tidak, memperhatikan dia dan ibunya sekaligus?


Keempat, anggota keluarga Yesus disebut beberapa kali dalam Alkitab. Ayah, ibu dan saudara-saudara-Nya muncul beberapa kali (Mat 1:18-25; Mar 6:3; Yoh 7:3). Seandainya Yesus menikah dengan Maria Magdalena, Alkitab pasti akan menyebutkan istri-Nya itu, walaupun mungkin cuma sekali. Kenyataannya, semua keluarga Yesus disebut berkali-kali dalam Alkitab, tetapi “istri”-Nya tidak pernah disebut sekalipun. Dengan demikian, tudingan Dan Brown dan “The Da Vinci Code”-nya bahwa Yesus menikah hanyalah sebuah dongeng murahan yang tidak berdasar.